Oleh: Ziyad Abu Rumaizan
           Kisah menyedihkan yang diceritakan oleh ibunya. Ia berkata: Saat saya hamil Afnan, ayah saya bermimpi melihat burung-burung kecil terbang diatas langit. Diantara burung-burung kecil itu ada burung merpati yang sangat indah sekali, merpati itu kemudian terbang lebih tinggi. Aku bertanya kepada ayahku tentang tafsir mimpi itu, dia menjawab bahwa burung-burung kecil itu adalah anak-anakku dan aku akan hamil bayi wanita yang taat dan bertaqwa…?? Dia tidak melanjutkan pernyataannya.
Saya pun tidak memperpanjang tafsir mimpi tersebut, tidak lama kemudian saya melahirkan putri saya Afnan. Ternyata benar, ia seorang putri yang shalihah. Saya melihat tandanya dari sejak kecil. Ia tidak mau pakai celana seperti laki-laki, ataupun mengenakan rok yang pendek dan sangat menolak dengan keras bila dipakaikan padahal ia masih sangat kecil. Bila saya mengenakannya rok yang pendek, ia memakai celana di bawahnya. Demikian ia menjauhi hal yang mendatangkan kemurkaan Allah.
Tatkala kelas empat sekolah dasar, ia tidak mau meski dipaksa pergi ke tempat rekreasi atau pesta pernikahan meski dari keluarga dekat. Ia sangat berpegang teguh dengan agamanya dan cemburu karenanya, menjaga shalat-shalat wajibnya beserta sunnahnya.
Ketika sampai pada kelas tingkat menengah dari sekolahnya, ia mulai menyeru ke jalan Allah. Tidaklah ia melihat kemungkaran, melainkan merubahnya dan tidak membiarkannya serta mengajak pada kebaikan, menjaga hijabnya meski belum wajib atasnya setelah mulai menyeru ke jalan Allah.
Pertama kali yang masuk Islam karenanya adalah wanita pembantunya yang berasal dari Srilangka. Ibu Afnan menceritakan: “Tatkala saya melahirkan anak saya yang kecil Abdullah, terpaksa mendatangkan pembantu dari Srilangka, agar mengasuh si kecil saat saya tidak ada; karena saya seorang pegawai. Sedangkan pembantu itu agamanya nasraniyah. Ketika Afnan mengetahui, ia marah dan datang menemui saya dan mengatakan: Ibuku, bagaimana pembantu itu memegang pakaian kita, mencuci piring gelas kita dan mengasuh saudaraku sedangkan ia seorang kafirah?! Saya bersedia meninggalkan sekolah saya untuk menjadi pembantu selama dua puluh empat jam, asal jangan orang kafir yang menjadi pembantu kita.
Saya tidak begitu memperdulikan pernyataannya karena saya sangat membutuhkan pembantu tersebut. Tidak lama setelah itu dua bulan kemudian, pembantu wanita itu lari dengan gembira menemui saya sambil berkata: “Mama, saya sudah memeluk Islam. Afnan telah mengajari saya tentang agama Islam”.
Pada saat ia kelas tiga di sekolah menengah, saudara ayahnya yang laki-laki menikah. Dia memaksanya untuk hadir ke pesta pernikahannya, kalau tidak dia tidak akan menyapanya sepanjang hidupnya. Tanpa janji seperti itu Afnan tidak akan hadir. Afnan gembira pada saat pesta yang pertama kali dan yang terakhir kali ia hadiri itu. Ia mau karena mencintai pamannya tersebut dan karena ancamannya. Ia pun mempersiapkan pakaian yang menutup keseluruhan badannya. Afnan merupakan anak yang cantik sekali, siapa yang melihatnya akan tercegang dengan kecantikannya. Saya masih mengingat rambutnya yang panjang sekali tatkala ia menoleh. Para hadirin di kalangan wanita pada waku itu tercengang dan bertanya: Siapa itu?? Mengapa kamu menutupinya selama ini dari kami.
Usai dari pesta pernikahan pamannya itu, Afnan terkena penyakit kanker.,. sejak lama ia menyembunyikan penyakit itu dari kami, ia merasakan sakit di kakinya; namun ia hanya berkata: Cuma nyeri sedikit. Dua bulan setelah itu, jalannya menjadi pincang. Tatkala kami menanyakannya, ia kemabali berkata: Sakit sedikit, akan segera lenyap Insyaallah.
Sebulan kemudian, ia lumpuh sama sekali hingga tidak bisa berjalan. Kami pun membawanya ke rumah sakit, setelah itu dilakukan pemeriksaan yang detail hingga pada kesimpulan. Penterjemah dan juru rawatnya bukan muslim, sementara dokternya orang Turki. Di sebuah rumah sakit yang besar, pada waktu itu saya bersama ayahnya dan pamannya. Sementara Afnan terbaring diatas ranjangnya, dokter dan juru rawatnya serta penterjemah tidak melihat pada kami namun perhatian mereka tertuju pada Afnan. Dokter mengabarinya bahwa ia terkena kanker, dan mereka akan memberi tiga jarum untuk memberinya obat kimia. Namun efek sampingnya, rambut Afnan dan alisnya akan rontok.
Perkataan itu bagaikan petir yang menyambar, kami pun menangis. Sedangkan Afnan meletakkan tangannya diatas mulutnya, ia gembira dan berkata: Alhamdulillah…. Alhamdulillah……. Alhamdulillah. Saya pun meletakkan Afnan di dada saya seraya bertanya padanya: Ada apa denganmu Afnan?? Wahai ibuku, Alhamdulillah musibah ini menimpaku bukan menimpa agamaku!! Allahu Akbar….
Tiba-tiba ia bersuara keras dengan memuji Allah…sedangkan yang lain melihatnya dengan penuh keheranan. Saya pun sebagai ibu merasa kecil di hadapannya. Ia anakku yang kecil, namun kekuatan imannya jauh bila dibandingkan dengan imanku. Semuanya terenyuh dengan pemandangan itu dan kekuatan imannya!!
Dokter itu beserta juru rawat dan penterjemahnya, mengumumkan diri mereka masuk Islam. Alangkah menakjubkan gadis kecil itu!! Ia seolah menempuh dua hal, menjalani proses pengobatan dan dakwah menyeru ke jalan Allah…….
Pamannya meminta agar rambutnya dipotong, dan dia bermaksud mengambil rambut itu kemudian meletakkannya di sebuah bejana. Afnan menolak hal itu meski saya berusaha untuk membuatnya mau menuruti kehendak pamannya. Ia tetap menolak meski saya memaksanya. Ia berkata: Saya tidak ingin terhalangi dari pahala setiap helai rambut yang jatuh dari kepala saya.
Kami pun bermaksud melanjutkan pengobatan ke Amerika dengan pesawat pertama yang terbang ke sana, meski ia menolak. Namun saya beserta suami saya dan Afnan akhirnya berangkat. Tatkala sampai di sana, seorang dokter wanita menemui kami. Dokter wanita itu mengatakan bahwa ia pernah bekerja di Saudi Arabia selama lima belas tahun. Dokter wanita itu mengucapkan beberapa kosa kata arab dengan fasihnya.
Tatkala Afnan melihat dokter wanita itu ia bertanya: Apakah anda seorang muslimah? Ia menjawab: Bukan. Afnan mengajak dokter wanita itu ke suatu kamar dan duduk bersamanya mengajak ia agar masuk Islam. Dokter wanita itu datang menemui kami dalam keadaan kedua air matanya berlinang air mata. Ia berkata: Selama lima belas tahun di Saudi Arabia, tidak seorang pun mengajaknya untuk memeluk Islam. Sedangkan saat ini, datang seorang anak kecil ke negriku mengajakku hingga aku pun memeluk Islam berkat seruannya… Allahu Akbar!
Di Amerika mereka mengabari kami bahwa tidak ada pengobatan untuk Afnan selain dengan cara memotong kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut menjalar hingga ke paru-parunya dan merenggut nyawanya. Afnan tidak takut dengan itu, tapi yang ia takukan perasaan kedua orang tuanya.
Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah seorang temannyayang bernama Rania lewat Messenger. Apa pendapatmu, mereka akan memotong kakiku? Sang teman itu berusaha menenangkan Afnan dengan mengatakan: Mungkin mereka akan mengganti dengan kaki lain sebagai ganti. Afnan menjawab dengan satu kalimat: Aku tidak takut dipotong kakiku, namun aku hanya ingin ketika mereka meletakkan aku di kuburan; jasadku dalam keadaan utuh. Rania bercerita: Ketika mendengar hal itu, aku merasa kecil di hadapan Afnan, aku tidak tau apa-apa. Pikiran saya: Bagaimana ia akan hidup, sedangkan pemikirannya lebih tinggi dari itu. Ia berfikir bagaimana ketika akan mati!
Kami pun kembali ke Riyadh setelah kaki Afnan diamputasi, namun yang mengejutkan bahwa kanker itu telah sampai ke paru-paru. Keadaannya semakin membuat pesimis hingga ke derajat mereka meletakkan diatas pembaringan Afnan jarum. Hanya dengan menekan tombol jarum tersebut bisa tertancap sebagai bius dan lainnya sebagai vitamin. Di rumah sakit hampir tak terdengar suara adzan, keadaannya seolah ia pingsan; namun begitu sadar ia meminta air untuk berwudhu dan shalat tanpa ada yang membangukannya.
Para dokter memberitahu kami bahwa keberadaannya di rumah sakit tidaklah bermanfaat. Satu atau beberapa hari lagi ia akan meninggal dunia, karena itu mungkin kami bisa membawanya pulang ke rumah. Saya berharap Afnan di rumah ibu saya, di dekat saya guna menjalani hari-hari terakhirnya.
Afnan ditidurkan dalam sebuah kamar kecil, sedangkan saya di dekatnya dan sesekali saya berbincang dengannya. Suatu saat ia diberitahu bahwa istri pamannya akan datang untuk menjenguknya. Setelah ke kamar sang tamu itu mendapati Afnan sedang tidur. Tatkala ia membuka kamar, ia terkejut dan langsung menutup kamar tersebut. Saya khawatir terjadi sesuatu pada Afnan, karena itulah saya bertanya padanya, namun ia tidak memberitahu. Saya pun pergi ke kamar yang waktu itu lampunya dalam keadaan padam. Saya terkejut, karena dari wajah Afnan keluar cahaya sedangkan kamarnya gelap. Afnan terseyum melihat saya, ia berkata: Ummi (ibuku)… kemarilah. Saya akan menceritakan mimpi saya. Saya pun menjawab: Semoga kebaikan Insyaallah!
Saya melihat seolah di hari pernikahan saya, dalam keadaan mengenakan baju putih yang besar. Engkau dan keluargaku di sekelilingku dalam keadaan bahagia dengan pernikahanku. Kecuali engkau ya ummi…kutanyakan: Apa yang kamu kira dari tafsir mimpimu itu? Ia menjawab: Saya kira saya akan mati, mereka semua melupakanku dan mereka hidup gembira kecuali engkau yang akan selalu mengingatku dan bersedih karena berpisah denganku. Sungguh benar Afnan, sekarang ini saat saya bercerita tentangnya; saya merasa hati ini terbakar dan sedih setiap kali mengingatnya.
Suatu hari saya dan ibu saya duduk di dekat Afnan, saat itu ia tergeletak diatas kasur. Tiba-tiba ia bangun dan berkata: ummi… mendekatlah! Aku ingin mencium keningmu. Ia pun mencium keningku. Kedua aku ingin mencium pipimu, aku pun mendekat padanya dan ia pun menciumku. Setelah itu ia kembali berbaring diatas ranjangnya. Ibuku berkata pada Afnan: Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah… ia berkata: Laa… Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah…
Ia pun menghadap ke kiblat seraya berucap: Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah… sepuluh kali kemudian berkata lagi: Asyhadu an Laa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah…. Setelah itu nafasnya keluar seolah harum kasturi!!
Setelah meninggalnya Afnan, kamar yang ditempatinya juga beraroma kasturi selama empat hari. Saya tidak kuasa menahan hal ini, keluarga saya mencemaskan keadaan saya dan mereka merasa takut. Mereka mengatakan: Berilah parfum kamar itu dengan aroma yang berbeda, supaya ibunya tidak selalu mengingat Afnan karena aromanya yang tetap”.
Sebuah contoh dalam kehidupan berupa potret seorang wanita yang menjaga kemulyaannya dan agamanya. Tiada lain bagi kita kecuali mendoakannya agar mendapat rahmat dan ampunan!!
Wahai yang lalai terhadap shalatnya, padahal sehat tak kurang suatu apa.… wahai yang lalai dari menjaga auratnya…. Wahai yang tidak perhatian terhadap agamanya…!!!