Akhlak Profesi (Etika Kerja) Kebutuhan Manajemen

Oleh:

Agus Hasan Bashori

(Disampaikan dalam kajian intensif di Lembaga Keuangan Syariah Rinjani Group, 16 Juni 2012)

Ilzam (mewajibkan/mematuhi) akhlak dan etika dalam kehidupan

Ilzam adalah dasar terpenting untuk membangun system akhlak dalam Islam. Yang dimaksud dengan ilzam adalah iltizam yaitu komitmen seseorang dalam menghadapi masalah kemanusiaan semuanya berdasarkan pada statusnya sebagai mukallaf (yang dibebani ubudiyyah) dalam kehidupan ini. Dia memiliki amanah, misi dan kebebasan kehendak yang mengontrol amalnya, yang itu semua menjadi gantungan bagi pembalasan di akhirat.

Nabi saw bersabda:

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: «أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Abu Daud, dari Abu Hurairah ra)

مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلاَةِ

“Tidak ada sesuatu diletakkan dalam neraca hari akhirat yang lebih berat dari pada akhlak yang bagus. Sesungguhnya pemilik akhlak yang bagus bisa mencapai tingkatan orang yang ahli puasa dan shalat.” (Dari Abu Darda`)

Oleh karena itu iltizam akhlaki (komitmen terhadap kewajiban moral) ini merupakan indikator tanggung jawab individual yang paling menonjol.

Urgensinya ia menjadi pilar akhlak terbesar, hal ini menjadi jelas melalui point-point berikut:

1. Sesungguhnya  hilangnya ide ilzam akan mematikan inti tujuan yang akan dicapai oleh akhlak. Jika tidak ada ilzam maka tidak ada mas`uliyyah (tanggung jawab), dan jika mas`uliyyah tidak ada maka hilanglah seluruh harapan dalam meletakkan kebenaran di tempatnya  dan hilanglah harapan menegakkan keadilan.

2. Kebaikan akhlak teristimewakan dengan faktor dorongan dari dalam yang dirasakan oleh setiap insan, yang membuat perbuatan melanggar hukum atau nilai agama atau akhlak sebagai sesuatu yang tercela.

Sumber kewajiban moral

Al-Qur`an secara sempurna telah menjelaskan cara-cara ilzam dan macam-macamnya. Ia menguasakan dorongan-dorongan itu atas akal orang mukmin kemudian atas hati dan nuraninya, atas jiwanya, watak dan gharizahnya, sehingga tercabut/terambil obat dari tempat penyakit. Dengan ilzam ini tercakuplah dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil, akhlak dan adab, sehingga setiap orang mengontrol dirinya dan masyarakatnya. Dan masyarakat mengontrol individu.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (التوبة 105)

Ilzamat (pengikat-pengikat akhlak) ini terangkum dalam hal-hal berikut:

1. Wahyu ilahi, dimana agama Islam menunjukkan manusia kepada kebaikan, dan akhlak yang terpuji.

Allah berfirman:

 هو الذي بعث في الأميين رسولا منهم يتلو عليهم آياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبل لفي ضلال مبين

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jum’ah: 2)

2. Akal sehat: dialah yang menunjukkan manusia kepada akhlak terpuji dan menjauhkan dari akhlak tercela.

Al-Qur`an telah menyebutkan banyak dari dalil-dalil akli, dan hikmah dari banyak hukum ibadah dan muamalah.

Allah berfirman:

 يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[1], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al-Maidah: 91)

أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

3. Dengan dorongan Tarhib (memberi peringatan) dan targhib (memberi semangat/motivasi): tarbiyah Islam menempuh ilzam ini dengan banyak cara:

Tarhib dengan hukuman Allah di dunia atas orang yang maksiat dan zhalim.

وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)

 

Targhib dengan karunia yang ada di sisi Allah:

Ÿفلا تعلم نفس ما أخفي لهم من قرة أعين جزاء بما كانوا يعملونƒ

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai Balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah: 17)

ولو أن أهل القرى آمنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والأرض ولكن كذبوا فأخذناهم بما كانوا يكسبون

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

4. Ilzam dengan dorongan Sultan/penguasa/pemerintah/atasan

Sesungguhnya  sebagian orang tidak bermanfaat dorongan akal sehat, dorongan targhin dan tarhib, sehingga perlu dorongan yang lebih besar dan terbesar menurut dirinya yaitu pemerintah yaitu pelaksanaan hukuman yang telah dowajibkan oleh syariat untuk dilaksanakan oleh hakim/sultan.

والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله والله عزيز حكيم

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38)

الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مئة جلدة ولا تأخذكم بهما رأفة في دين الله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر وليشهد عذابهما طائفة من المؤمنين

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 2)

أضواء البيان في إيضاح القرآن بالقرآن (1 / 22):

وَأَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّ وُجُوبَ الْإِمَامَةِ الْكُبْرَى بِطَرِيقِ الشَّرْعِ كَمَا دَلَّتْ عَلَيْهِ الْآيَةُ الْمُتَقَدِّمَةُ وَأَشْبَاهُهَا وَإِجْمَاعُ الصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – وَلِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ يَزَعُ بِالسُّلْطَانِ مَا لَا يَزَعُ بِالْقُرْآنِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: (لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ) ØŒ لِأَنَّ قَوْلَهُ: (وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ) فِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى إِعْمَالِ السَّيْفِ عِنْدَ الْإِبَاءِ بَعْدَ إِقَامَةِ الْحُجَّةِ.

 

زهرة التفاسير (5 / 2250):

وإن ذا النورين الإمام عثمان – رضي الله عنه – قال: ” إن الله يزع بالسلطان ما لَا يزع بالقرآن ” ( ذكره ابن كثير في البداية والنهاية: ج 2ØŒ ص/9.

Berkumpulnya dorongan-dorongan ini semuanya di dalam Islam adalah upaya menyempurnakan cara ilzam untuk setiap orang yang ingin dibawa lari oleh setan dari ketaatan.

Oleh karena itu, meskipun setiap orang wajib berhias dengan akhlak/etik profesi namun tetap saja pihak manajemen wajib membuat peraturan dan konsekuensinya yang bisa membuat para karyawan bisa konsisten dengan etika profesi tersebut. Terkadang anda dapatkan diantara mereka ada yang mengimani etika profesi dan ada pula yang tidak mempedulikannya. Akan tetapi diantara kepentingan dan kebaikan perusahaan adalah menjadikan semua karyawan mengamalkannya berdasarkan papan atau lembar pengumuman perjanjian atau kontrak yang menjelaskan etika profesi/kerja dari sudut pandang perusahaan, dimana masing-masing karyawan mearas itu bagian dari tugas dan pekerjaannya, dan ditetapkan reward (hadiah, bonus, penghargaan, imbalan) bagi yang menjalankannya dan punishment (sanki) bagi yang melanggarnya.

Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Keduanya merupakan reaksi dari seorang pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.

Hubungan antara para karyawan dan manajemen

Diantara perkara yang dimaklumi bahwa kepercayaan antara para pekerja/pegawai/karyawan dan manajemen memiliki hubungan langsung dengan bertambahnya produktifitas karyawan. Karywan yang yang mengetahui bahwa manajemen akan menghargai usaha kerasnya cepat atau lambat maka dia akan bersungguh-sungguh bahkan mungkin mati-matian dalam pekerjaannya.

Ketika karyawan merasa bahwa pihak manajemen tidak menepati janji-janjinya maka ini akan melemahkan semangatnya untuk mengembangkan keperjaan dan kreatifitasnya serta kemampuan skilnya. Oleh karena iltizam para direksi dan pimpinan dengan akhlak jujur, adil, amanah, rahmah, wafa` dan rahmah kepada karyawan memiliki andil besar dalam memajukan karyawan dan pekerjaannya serta dalam menghilangkan waktu-waktu yang terbuang sia-sia dalam kasak-kusuk,  keragu-raguan dan negosiasi.

Hubungan antara para karyawan

Ketika kejujuran, saling menolong, menghormati dan amanah menjadi akhlak yang tersebar merata di anatar para karyawan maka ini menyebabkan ledakan kekuatan para karyawan untuk kepentingan kerja. Kebalikannya, bila budaya menipu, berbohong, dan berbuat tidak baik kepada sesame karyawan ini yang mendominasi suasan kerja maka masing-masing karyawan akan mencurigai dan mewaspadai teman sekerjanya, dan memadamkan api ta’awun, menyembunyikan banyak informasi penting dan manipulasi dalam laporan kepada atasan dan seterusnya.

Dalam kondisi pertama, sangat mungkin membentuk tim kerja untuk mengatasi masalah atau mengembangkan usaha, sementara pada kondisi kedua tim kerja akan gagal total. Dalam kondisi pertama keterangan-keterangan bisa rinci dan benar, namun dalam kondisi kedua banyak keterangan yang salah dan bahkan banyak laporan yang menyesatkan. Dalam kondisi pertama pengalaman satu karyawan akan ditransfer ke karyawan yang lain; temannya atau bawahannya, atau dari satu tim ke tim yang lain atau tim berikutnya, sehingga karyawan terus berkembang dan maju, yang dengan begitu perusahaan akan maju dan bergairah. Tetapi pada kondisi kedua, anda akan mendapatkan bahwa masing-masing pegawai akan menyembunyikan informasi dari temannya, dan pengalaman akan tersimpan atau hilang sia-sia dengan berakhirnya pegawai atau karyawan tersebut. Akhirnya kita memulai dari nol lagi.

Dalam kondisi pertama, setiap karyawan siap mengemban tugas tambahan, sementara pada kondisi kedua masing-masing akan menghindari tambahan tugas apapun. Dalam kondisi pertama, Jika anda punya inisiatif atau memelopori seseuatu atau bergegas melaksanakan tugas maka Anda akan mendapatkan penyambutan dari karyawan lain dan mendapatkan apresiasi demi kemajuan usaha, sementara dalam kondisi kedua Anda akan dicurigai, dipertanyakan dan diragukan tujuan atau motif Anda. Dalam kondisi pertama, pekerjaan adalah isi seluruh kesibukan karyawan, sementara dalam kondisi kedua kepandaian mengalahkan tipudaya teman dan menjerumuskan teman dalam masalah adalah perkerjaan setiap karyawan.

Pemantapan etika kerja dalam perusahaan

Mengikuti akhlak yang baik adalah wajib, namun perusahaan tidak bisa mengandalkan kesadaran individual, ia harus mewajibkannya sebagai bagian dari tuntutan kerja. Oleh karena itu, termasuk penting sekali penetapan mana yang termasuk etika dan mana yang bukan etika dalam pandangan perusahaan agar dipatuhi oleh semuanya. Jika tidak ada  maka masing-masing karyawan akan menetapkan ukuran yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Begitu pula, harus tegas menindak setiap pelanggaran etika ini. Wajib tegas terhadap kebohongan dalam laporan dan penjelasan. Wajib menindak dengan tegas terhadap orang yang punya semangat memusuhi dan menyakiti teman kerjanya. Tidak boleh membiarkan masing-masing karyawan terus mempraktekkan kebiasaannya yang tidak baik, seperti ucapan-ucapan yang tidak baik, saling ejek atau canda yang keterlaluan. Tidak mungkin membiarkan orang yang meremehkan etika kerja karena akibatnya akan menjadikan semuanya memilih jalan yang sama.

Memperkokoh Etika Kerja

Ada banyak kesalahan dalam aplikasi etika kerja dalam segala lapisan. Statistic dunia dan local menunjukkan hal tersebut. Missal:

1. Harian al-Madinah KSA menyiarkan bahwa 69% dari pegawai negeri meninggalkan pekerjaannya. 54% dari itu keluar untuk keperluan pribadi pada saat jam kerja. 60% dari mereka pulang sebelum jam kerja selesai.

2. Situs www.valuebasedmanagement.net menurunkan berita pada bulan april 2004 bahwa ¾ lembaga/perusahaan tidak mengangkat pegawai khusus untuk mengontrol etika kerja, ¾ perusahaan tidak memiliki program bimibingan dan pelatihan etika profesi atau etika kerja.

3. Situs www.recruitersworld.com menyiarkan tahun 2004 M bahwa 61% dari karyawan atau pegawai tidak percaya pada atasan atau pimpinan mereka dalam kerja.

4. Perusahaan Cloud Bow tahun 2002 M melaporkan bahwa 45% dari pegawai mengambil peralatan kantor seperti pen dan buku.  Dan 65% dari pegawai menggunakan computer kantor untuk kepentingan pribadi. (www.cloudbow.com)

Cara memperkuat etika profesi

1. Mengembangkan control pribadi (Riqabah Dzatiyyah)

Pegawai/karyawan yang sukses adalah yang merasa diawasi oleh Allah I sebelum diawasi oleh atasan. Dialah yang memikirkan kepentingan tanah air (umat/public) sebelum kepentingan pribadi. Jika nilai ini menjadi kesadaran setiap pegawai maka yayasan/perusahaan akan berhasil karena para pekerjanya tulus.

Riqabah dzitiyah inilah yang mendorong Umar ibnul Khaththab t keluar di malam hari untuk memeriksa keadaan rakyatnya di Madinah.

Riqabah Dzatiyyah inilah yang meninggikan iman sang budak penggembala yang turun dari gunung lalu berpapasan dengan Umar ibnul Khththab. Umar mengujinya dengan memintanya agar ia menyembelihkan kambing untuknya lalu ia bayarkan harganya. Maka penggembala itu minta maaf tidak bisa melayani keinginan Umar karena kambing bukan miliknya. Maka Umar berkata: katakana saja pada majikanmu bahwa kambingnya dimakan serigala. Lalu penggembala itu menjawab: Lalu dimana Allah?! Umar lalu menangis dana membeli budak itu dan memerdekakannya.

Riqobah ini menghalanginya dari khiyanat dan membantunya untuk amanah. Oleh karena itu sepakat dunia bahwa ia adalah pilar control.

Dalam survei yang dilakukan oleh Robert Half International Group Ltd, pada lebih dari 1400 karyawan, 58% dari mereka menjawab bahwa kejujuran dan integritas (nazahah) keduanya adalah dua sifat yang paling mereka suaki dalam diri para calon karyawan. (www.calcpa.org)

Orang Jepang yang terkenal dalam kinerja mereka yang ulet dan serius, di mana pekerjaan merupakan keberadaan warga negara Jepang, yang dikenal sebagai “YORUKI” yaitu kecenderungan diri untuk mencari jati diri melalui kerja mandiri. Oleh karena itu, proporsi ketidakhadiran kerja di Jepang (2%)! Pemerintah Jepang gagal mencoba mengurangi  jam kerja! Karena karyawan ingin tinggal berjam-jam dalam kerja.
Untuk pengembangan sensor diri memiliki banyak cara: menguatkan iman dan takwa kepada Allah, dan mempromosikan patriotisme, tanggung jawab, dan menyadarkan tentang pentingnya pekerjaan dan kinerjanya dengan baik.

2. Membuat peraturan yang rinci yang dapat mencegah ijtihad pribadi yang salah.

Lemahnya peraturan atau kurang jelasnya peraturan akan melahirkan ijtihad pribadi yang salam. Oleh karena itu perusahaan bisa mengkhususkan satu kantor i yang khusus menangani masalah etika profesi yang ditangani oleh satu tim, dan tim ini memiliki nomor telpon khusus yang setiap saat berfungsi menyampaikan kesalahan apapun di bidang etika. Kantor ini akan memberikan dampak yang sangat positif.

3. Keteladanan yang baik (Qudwah hasanah)

Jika karyawan melihat direktur tidak konsisten dan komitmen dengan etika profesi maka mereka merasa lebih utama untuk berbuat seperti itu.

Khalifah Abu Bakar asshiddiq t berkata:

ولِّيتُ عليكم ولستُ بخيركم ، فإن أحسنت فأعينوني ، وإن أسأت فقوِّموني .

“Aku dianggak menjadi Khalifah atas kalian maka jika aku berbuat baik tolonglah aku dan jika aku berbuat tidak baik maka luruskanlah aku.”

Oleh karena itu ketika Abu Bakar t wafat, Umar t berkata:

رحمك الله يا أبا بكر ، لقد أتعبت من بعدك .

semoga Allah merahmati Abu Bakar, Dia telah memayahkan pemimpin sesudahnya.”

4. Pelurusan pemahaman agama, dan tanah air terhadap kerja

Jika karyawan sadar bahwa kerja itu ibadah dan kerja itu adalag syarat untuk mengembangkan Negara dan bangsanya serta memperbaiki pemasukannya niscaya ia akan berhias dengan etika profesi.

5. Akuntansi pejabat, dan staf (muhasabah pimpinan dan bawahan) :

6. Harus ada akuntabilitas untuk menjamin penerapan sistem, yang dikenal sebagai perangkat pengawasan, yang mengawasi penerapan sistem. Dulu Umar t bertanya kepada rakyat: bagaimana menurut kalian, jika aku mengangkat menjadi pegawai) orang paling baik yang aku tahu dan kemudian aku memerintahkannya dengan adil apakah aku sudah menunaikan kewajibanku? Mereka menjawab: Ya. Maka Umar berkata: Tidak, sampai aku melihat kinerjanya, apakah dia telah melaksanakan apa yang aku perintahkan atau tidak.

7. Evaluasi berkesinambungan terhadap karyawan

Diantara motifator untuk maju adalah adanya evaluasi yang membawa kepada konsekuensi adanya reward bagi yang berprestasi. Evaluasi membantu manajemen untuk mengetahui tingkatan-tingkatan mereka dan kelebihan-kelebihan mereka.

Semoga bermanfaat.

Malang, 13 Juni 2012 H.

Nantikan edisi terakhir “Seragam Karyawan Muslim dan Muslimah”.

 


[1] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka’bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka’bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *