ETIKA MEMBACA AL-QUR’AN
OLEH: Abdulaziz Setiawan
Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang terjamin untuk selalu terjaga, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.“ (QS. Al Hijr: 9).
Kesucian al-Qur’an tersebut bisa dikenali saat orang mau merenungkannya, memikirkan makna dan kandungannya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa ayat 82 :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.“
Juga firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Muhammad ayat 24 :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an, ataukah hati mereka terkunci?”
Demikian juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang lain dalam surat Al-Muzzammil ayat 4 :
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“…Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan memperlajarinya di antara mereka, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan mereka akan diliputi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada para malaikat yang berada di sisi-Nya…“ (HR. Muslim 2699)
Karena al-Qur’an begitu agung maka siapa yang mengimani dan melayaninya dijamin untuk menjadi agung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (dari Ustman radhiyallahu ‘anhu) :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Dan sebaik-sebaik orang di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.“ (HR. Bukhari, 5027)
Juga sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ، لَهُ أَجْرَانِ
“Seorang yang pandai (ahli) membaca Al-Qur’an akan bersama para melaikat yang mulia lagi berbakti, dan seorang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata serta ia kesulitan dalam membacanya maka ia memperoleh dua pahala.” (HR. Bukhari, 4937; Muslim, 798)
Membaca al-Qur’an yang memiliki pahala besar tersebut memiliki adab dan tata aturan yang harus diperhatikan, antara lain :
-
Menghadirkan niat ikhlas di hati ketika mempelajari Al-Qur’an atau membacanya
Diharuskannya hal ini mengingat membaca Al-Qur’an adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka mencari Wajah Allah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan tidak disertai dengan dua syarat diterimanya amal (ikhlas dan mengikuti tuntunan syariat), maka amalan tersebut akan tertolak.
Imam Nawawi radhiyallahu ‘anhu berkata: “Maka yang pertama kali diperintahkan (kepada orang yang membaca Al-Qur’an) adalah mengikhlaskan niatnya dalam membaca. Hendaklah ia menginginkan Wajah Allah dari bacaannya dan tidak menginginkan sesuatu yang lain.” (Al- Adzkaar)
Yang dikatakan oleh Imam Nawawi radhiyallahu ‘anhu di sini benar terjadi. Ada di antara orang yang membaca Al-Qur’an tetapi mengharap perhatian orang lain, juga mengharap agar orang mau mengikuti majelisnya, menyanjung dan menghormatinya. Kita berharap semoga Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan kita dari hal ini! Cukuplah pengetahuan tentang akibat membaca Al Qur’an dengan tujuan agar dikatakan sebagai orang yang hafal sebagai peringatan! Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan perkaranya pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu diapun didatangkan, kemudian disebutkan berbagai nikmat yang telah diberikan kepadanya dan dia pun mengakuinya. Allah berfirman kepadanya: “Apa yang telah engkau perbuat tentang nikmat-nikmat tersebut?” Dia menjawab: “Aku berperang di jalan-Mu hingga aku mati syahid.”Allah berfirman: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berperang agar dikatakan sebagai orang yang gagah berani, dan hal itu telah dikatakan kepadamu.” Kemudian diapun diperintahkan agar diseret di atas wajahnya lalu dilemparkan ke dalam neraka. Dan seseorang yang belajar ilmu, mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an. Kemudian ia dihadirkan, lalu disebutkan berbagai nikmat yang telah diberikan kepadanya dan diapun mengakuinya. Allah berfirman: “Apa yang telah engkau perbuat tentang nikmat-nikmat tersebut?” Dia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur’an karena Engkau.” Allah berfirman: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan sebagai seorang alim, dan engkau membaca Al-Qur’an agar engkau dikatakan sebagai seorang qariâ”, dan hal itu telah dikatakan kepadamu.” Kemudian diapun diperintahkan agar diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan ke dalam api neraka….” (HR. Muslim 1905) Semoga Allah menjauhkan kita dari neraka dan sebab-sebabnya.
- Mengamalkan kandungan Al Qur’an
Hal tersebut dilakukan dengan jalan menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang telah diharamkan olehnya. Berhenti (melakukan perbuatan) yang dilarang olehnya dan mengerjakan apa yang diperintah olehnya. Mengamalkan setiap ayat-ayat yang muhkam dan beriman terhadap ayat-ayat yang mutasyaabih, dan menegakkan setiap hukum dan hurufnya. Ada larangan yang sangat keras bagi orang-orang yang telah diberi Al-Qur’an namun tidak mengamalkan kandungannya. Dalam riwayat Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu disebutkan tentang mimpi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
قَالاَ: انْطَلِقْ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ عَلَى قَفَاهُ وَرَجُلٌ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِهِ بِفِهْرٍ – أَوْ صَخْرَةٍ – فَيَشْدَخُ بِهِ رَأْسَهُ، فَإِذَا ضَرَبَهُ تَدَهْدَهَ الحَجَرُ، فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ لِيَأْخُذَهُ، فَلاَ يَرْجِعُ إِلَى هَذَا حَتَّى يَلْتَئِمَ رَأْسُهُ وَعَادَ رَأْسُهُ كَمَا هُوَ، فَعَادَ إِلَيْهِ، فَضَرَبَهُ، قُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالاَ: انْطَلِقْ فَانْطَلَقْنَا [ ثم فسر له ذلك صلى الله عليه وسلم فقال:] وَالَّذِي رَأَيْتَهُ يُشْدَخُ رَأْسُهُ، فَرَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَنَامَ عَنْهُ بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْمَلْ فِيهِ بِالنَّهَارِ، يُفْعَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
“… keduanya mengatakan: “Pergilah!” Maka kami pun beranjak pergi hingga kami menjumpai seseorang yang berbaring terlentang di atas tengkuknya, dan seseorang yang berdiri di atas kepalanya dengan sebuah pemukul atau sebuah batu besar, lalu ia memecahkan kepala orang yang berbaring tersebut. Apabila ia memukulkan batu itu di kepalanya, batu tersebut terguling, kemudian ia mengambil batu tersebut, dan tidaklah ia kembali kepada orang ini melainkan kepalanya telah sembuh dan kembali seperti sedia kala. Lalu ia pun kembali menimpakan batu tersebut ke kepala orang yang berbaring tadi. Aku bertanya: “Siapa ini.” Mereka berdua berkata: “Pergilah!” Maka kami pun pergi (kemudian hal tersebut dijelaskan kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan orang yang engkau lihat kepalanya ditimpa dengan batu besar adalah seseorang yang Allah telah ajarkan kepadanya Al-Qur’an namun di malam hari ia tidur, tidak membacanya, dan di siang hari tidak mengamalkannya. Siksaan seperti itu akan ditimpakan kepadanya hingga hari kiamat...” (HR. Bukhari, 1386)
- Anjuran untuk mengingat Al-Qur’an dan menjaganya
Mengingat-ingat Al-Qur’an adalah dengan membiasakan diri membaca Al-Qur’an dan berupaya mengingatnya. Adapun menjaganya adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjaganya dengan tetap konsisten mempelajari dan membacanya. (Fathul Bari)
Orang yang menyibukkan diri dengan menghafal Al-Qur’an dan telah menghafalnya, jika tidak menjaganya dengan mempelajarinya dan mengingat-ingat kembali, maka hafalannya akan mudah terlupakan. Al-Qur’an sangatlah mudah lepas dari dada seseorang. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk memperhatikannya, sering mempelajarinya dan membacanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan perumpamaan kepada kita perihal keadaan orang yang menghafal Al-Qur’an dan memperhatikannya, dengan seseorang yang melalaikannya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ القُرْآنِ، كَمَثَلِ صَاحِبِ الإِبِلِ المُعَقَّلَةِ، إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا، وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
“Sesungguhnya perumpamaan pemilik Al-Qur’an bagaikan pemilik unta yang sedang terikat. Jika ia menjaganya dengan baik tentu ia akan menahannya, namun jika ia melepaskannya maka unta tersebut akan lari darinya.“ (HR. Bukhari, 5031; Muslim, 789)
Dalam riwayat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَعَاهَدُوا القُرْآنَ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا مِنَ الإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
“Jagalah Al–Qur’an. Demi Rabb yang mana jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya Al-Qur’an sangatlah mudah lepas dibanding seekor unta yang berada dalam ikatannya.” (HR. Bukhari, 5033)
Al-Hafizh Ibnu Hajar radhiyallahu ‘anhu menerangkan perumpamaan yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, “Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyamakan antara mempelajari Al-Qur’an dan terus-menerus membacanya seperti ikatan pada seekor unta yang dikhawatirkan terlepas dan lari. Selama ia senantiasa menjaga Al-Qur’an maka hafalannya juga akan senantiasa ada. Sebagaimana halnya seekor onta, setiap kali onta tersebut diikat erat dengan tali, maka unta tersebut akan tetap terjaga. Dan pengkhususan penyebutan unta dalam hadis di atas dikarenakan onta adalah hewan peliharaan manusia yang paling mudah lepas, dan akan sangat sulit menemukan hewan tersebut jika dia telah terlepas.” (AZ)*
__________________________
- Pemasaran, Sirkulasi, dan Iklan
CP: 0812-3133-8889
(jam kerja 08.00 – 16.00)
- Redaksi
CP: 0812-3133-9008
- Informasi, kritik, dan saran
bisa disampaikan melalui alamat email: majalah@binamasyarakat.com