Oleh: Ustadz Agus Hasan Bashori, Lc.,M.Ag.
Imam Syafi’I berkata: saya diberitahu oleh Imam Malik, dari Rabi’ah bin Abi Abdirrahman dari Abu Said al-Khudri t, bahwa Rasulullah i bersabda:
«وَنَهَيْتُكُمْ عن زيارة القُبُورِ فَزُورُوهَا ولا تَقولوا اهُجْراً (وفي رواية» فزوروا القبور فإنها تذكر الموت
“Aku dulu telah melarang kalian dari ziarah kubur, maka ziarahilah sekarang dan jangan mengucapkan ucapan-ucapan yang tidak baik.“ Dalam satu riwayat: “Maka ziarahilah karena ia bisa mengingatkan kematian.” (Musnad al-Syafi’i -Tartib al-Sindi (1/217)
Beliau berkata:
: «وقدجمعالحديثالناسخوالمنسوخوهوصريحفيأننهيالرجالعنزيارةالقبورقدنسخوأنهمصاروابعدهذاالقولمأمورينبزيارتهاوهذاالأمرللندبعندالجمهوروللوجوبعندابنحزمالآخذبطبعأهلالظاهرالمؤيدلرأيهموهويؤديبزيارتهاولومرةواحدةفيالعمروالمقصودالأولمنزيارةالبقورالإتعاظبماأصابغيرهممنيعرفوممنلايعرفوأنهمكانواأكثرمنهقوةومالاورجالافلميصنهمذلكمنسطوةالموتولميمنعهممنغائلتهفتقلعالنفسعنغيهاوتنزجرعنضلالهاويهونعلىذيالمالأنيتصدقببعضهويقبلعلىعبادةربهومن فوائدها التصدق على أبويه وأهله وقراءة القرآن والدعاء لموتاه
“Hadits ini telah menggabungkan antara nasikh dan mansukh, yaitu nyata bahwa larangan ziarah kubur bagi laki-laki telah dimansukh (diganti hukumnya), dan setelah ini kaum laki-laki diperintah untuk menziarahinya. Perintah ini menurut jumhur ulama bernilai sunnah, dan menurut ibnu Hazm wajib, karena dia mengambil watak ahli zhahir yang mendukung riwayat mereka, yaitu menunaikan ziarah kubur walau sekali seumur hidup.
Tujuan utama dari ziarah kubur adalah mengambil pelajaran dengan musibah yang menimpa orang yang dia kenal ataupun yang tidak dia kenal, bahwa mereka itu lebih banyak kekuatan dan hartanya serta pengikutnya, namun semua itu tidak bisa melindungi mereka dari kematian dan tidak bisa menghalangi mereka dari musibahnya, sehingga jiwa bisa tersadar dari penyimpangannya dan menjauhi kesesatannya, dan menjadi mudahlah atas orang yang kaya untuk bersedekah dengan sebagian hartanya dan semangat beribadah kepada Tuhannya. Dan diantara manfaat ziarah kubur: dia (semangat) bersedekah atas nama orang tuanya, membaca al-Quran, serta berdoa untuk ahli kuburnya”.
Untuk kaum muslimat, Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
وأما النساء فإن كن شابات أو جميلات فلا يخرجن لزيارتها لأن خروجهن يدعوا إلى الفتنة ويخشى من ورائه مفاسد كبيرة فإن كن شيخات فانيات أو كبيرات لا أرب للرجال فيهن فلا مانع من خروجهن وزيارتهن وإذا خرجن محتشمات غير متبرجات ولا متزينات ولا متطيبات لا يبغين إلا زيارة آبائهن وإخوتهن وكن قادرات على كظم حزنهن وعلى عدم النياحة ورفع الصوت بالبكاء جاز خروجهن مع أزواجهن أو محارمهن فبهذه الشروط تؤمن الفتنة والفساد وإلا فلا أمان ولا إطمئنان
“Adapun wanita maka jika mereka masih muda atau cantik maka tidak keluar untuk ziarah kubur, karena keluarnya mereka mengundang fitnah dan dikhawatirkan di baliknya ada banyak kerusakan.
Jika mereka wanita tua renta, lanjut usia, tidak ada hajat (syahwat) bagi laki-laki pada mereka maka tidak ada larangan dari keluarnya mereka dan ziarah mereka. Dan apabila mereka keluar dengan rasa malu, tidak membuka aurat, tidak berdandan, tidak memakai minyak wangi, tidak ingin kecuali mengunjungi orang-orang tua mereka dan saudara-saudara mereka,dan mereka mampu menahan sedih, tidak meratap, tidak meninggikan suara tangis maka boleh mereka keluar bersama suami atau mahram mereka. Dengan syarat-syarat ini maka dirasa aman dari fitnah, jika tidak maka tidak aman dan tidak tenang.”
Lalu Imam Syafi’i berkata:
ومن ير ما يفعل بالمقابر في القاهرة والإسكندرية في الأعياد والمواسم من تبرج وتزين وتناول المآكل والمشارب والسهر الطويل والإختلاط الشنيع أو مايرتكب هناك من مآثم وما ينتهك من محارم لا يسعه إلا أن يتمثل بقول الرسول صلى اللَّه عليه وسلم» لعن اللَّه زائرات القبور «وإذا كان النساء آثمات بهذه الزيارة فإن أزواجهن وأولياءهن من آباء وإخوة وأعمام شركاؤهن في هذا الإثم إذ أرسلوا لهن الحبل على الغارب ومدوا لهن في أسباب الغواية والمآثم ولا حول ولا قوة إلا باللَّه
“Barangsiapa melihat apa yang terjadi di Kairo dan Iskandariyah (Mesir) pada hari-hari raya dan musim-musim, dari perbuatan tabarruj (pamer kecantikan) dan perhiasan, serta menikmati makanan dan minuman dan begadang malam serta campur baur antara laki-laki dan perempuan yang buruk, atau dosa-dosa dan keharaman yang dilanggar maka tidak ada lain kecuali mengatakan apa yang disabdakan oleh Rasulullah i:
“Allah melaknat para wanita yang berziarah”. Jika para wanita ini berdosa dengan ziarah ini maka para suami dan para wali mereka dari ayah dan saudara serta paman juga ikut menanggung dosa , sebab mereka yang mengizinkan keluar dan mereka memberikan kepada para wanita itu sebab-sebab penyimpangan dan dosa. Laa haula wa laa quwwata illa billah. [*]
Diambil dari kitab:
Judul: Musnad Imam Syafi’i
Penulis: Imam Muhammad Bin Idris al-Syafi’i (204 H), pendiri Madzhab Syafi’i
Tartib berdasarkan bab-bab Fikih: Muhammad Abid al-Sindi
Pengantar: Muhammad Zahid bin Hasan al-Kautsari
Tashhih, muraja’ah dan penerbitan: Sayyid Yusuf Ali al-Zawawi al-Hasani dan Sayyid Azat al-Aththar al-Husaini
Penerbit: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah Beirut Lebanon, 1370 H/ 1951 M.
Jilid I dari dua jilid, halaman 217. (AH)