Kepemimpinan Dalam Islam

pemimpin 2Oleh:
Ziyad At-Tamimi, S.ThI, M.H.I

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang mengambil petunjuk dari kami tatkala mereka bersabar dan yakin terhadap ayat-ayat kami”(QS, As-Sajdah 24).

Ayat tersebut di atas terdapat dalam surat As-Sajdah, yang semestinya di baca pada rakaat pertama di subuh hari jum’at, sedangkan rakaat kedua membaca surat Al-Insan. Namun amat sedikit dari masjid-masjid kita sekarang ini yang menegakkan sunnah tersebut. Sekilas ayat ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala mengisyaratkan pemimpin yang mendapat petunjuk. Dan imam Ath-Thabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa hal ini terwujud ketika di dunia maksudnya mereka menjadi para pemimpin yang di contoh.

Ayat tersebut di atas juga mengisyaratkan bahwa Allah ta’ala  akan menjadikan pemimpin di antara manusia yang mengambil petunjuk dari-Nya bila memenuhi dua syarat: 1. Sabar 2. Yakin terhadap ayat-ayat Allah.

Dua syarat tersebut tidak mudah. Terkadang di antara manusia itu atau kebanyakan dari mereka tidak sabar. Ingin merubah keadaan dalam sekejap mata. Menghalalkan segala cara, bahkan mengatasnamakan agama tanpa keterangan yang jelas dari Al-Qur’an atau Al-Hadits. Sungguh Allah ta’ala tidak akan memenangkan agama Islam ini melainkan dengan cara yang di ridhoi-Nya, dengan cara yang sudah di tetapkan-Nya. Bagaimana kita akan menegakkan agama Allah dengan cara-cara yang di tempuh atau di gunakan orang-orang yang di murkai Allah dari kalangan kuffar dan musyrikin??! Tentunya fitrah yang lurus dan akal yang jernih akan menjawab: Tidak mungkin!

Pemimpin 1Setiap orang ketika di tanya: Bagaimana tipe pemimpin yang anda inginkan? Dia akan menjawab: Saya ingin pemimpin yang bijak, adil dan benar-benar memperhatikan rakyatnya. Ironisnya, orang-orang di zaman kita sekarang ini banyak yang mencalonkan diri. Bahkan mereka rela keluar modal yang tidak sedikit. Ketika masa kampanye semua calon berjanji ini dan itu, namun meski demikian faktanya jauh panggang dari api.

Mereka tidak lagi memperhatikan masalah amanah, dusta dan khiyanah. Karena secara manusiawi mereka berfikir bagaimana bisa kembali modal yang sudah di keluarkan. Padahal dahulu orang-orang terkemuka itu dipilih dengan sendirinya oleh rakyat, bahkan di antara mereka banyak yang menolak dan lari dari kekuasaan dan kepemimpinan.

Akan tetapi saat ini kita telah sampai pada zaman, yang orang-orangnya berbeda dengan mereka. Karenanya jadikanlah ini sebagai tolak ukur kita dalam merenungkan masalah ini.

Ketahuilah -semoga anda di rahmati Allah- bahwa “Pemimpin itu adalah cermin dari rakyatnya”. Jangan berharap kita memiliki pemimpin yang baik, kalau kita sendiri bobrok. Berarti kita benahi diri kita masing-masing agar baik, baru –InsyaAllah-  kita akan di karuniai pemimpin yang baik pula. Rasulullah shollallohu ‘alayhi wasallam adalah manusia yang terbaik, karenanya beliau memimpin orang-orang yang terbaik pula yaitu generasi sahabat rodhiyallohu ‘anhum.

Jangan dulu kita berputus asa dengan mengklaim bahwa itu kan Nabi dan sahabat?! Sedangkan kita manusia yang penuh dosa dan kesalahan. Zaman mereka berbeda dengan zaman kita sekarang. Namun yang pasti Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55)

“Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan di buat berkuasa di permukaan bumi sebagaimana orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan akan kami jadikan agama mereka (Islam) yang telah di ridhoi atas mereka unggul. Kami akan mengganti ketakutan mereka menjadi aman tentram. Mereka menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku sedikit pun. Barangsiapa yang kufur setelah itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS, An-Nur 55).

Imam Al-Thabari meriwayatkan bahwa ayat ini turun dalam rangka menghibur Nabi shollallohu ‘alayhi wasallam dan para sahabat karena mereka selama 10 tahun di Makkah dalam keadaan tertekan. Terbukti Allah menghijrahkan mereka ke Madinah dan menjadikan mereka jaya di sana.

Sedangkan syeikh Al-Sa’di dalam tafsirnya berkata: “Allah mengabarkan bahwa keterpautan hati orang-orang yang beriman dan ketetapan mereka merupakan sebab dalam menghindari pertikaian dan merupakan sebab kemenangan atas musuh. Dan jika anda membaca sejarah negri-negri Islam menjadi hilang, hal itu dikarenakan mereka meninggalkan agama dan berpecah belah sebagai sebab utamanya. Hingga para musuh tamak terhadap mereka dan dapat mengadu domba diantara sesamanya”.

Agama Islam ini mengatur segala perkara dari yang terkecil hingga yang besar. Suatu daerah atau negri pasti membutuhkan pemimpin. Fungsi dari pemimpin tersebut di antaranya:

1. Melindungi dan mengayomi rakyatnya dari gangguan.
2. Guna mengatur segala urusan.
3. Memperkecil kerusakan dalam bidang agama dan dunia.
4. Memperbanyak kemaslahatan dalam perkara agama dan dunia.

Al-Fudhail ibn ‘Iyadh berkata, dengan meriwayatkan pernyataan imam Ahmad ibn Hanbal:

“Dahulu ummat Islam mengagungkan pemimpin. Mereka menganggap mendoakan pemerintah dan menasehati mereka di antara perkara agung yang dengannya mereka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan tidak tamak terhadap harta yang di miliki oleh penguasa, tidak pula kedudukan atau jabatan dan tidak takut terhadap mereka serta bukan untuk membantu mereka dalam perbuatan dosa dan permusuhan” (Disebutkan Ibnu Taimiyah dalam As-Siyaasah Asy-Syar’iyyah).

Demikianlah generasi terdahulu ummat Islam mereka menghormati pemimpin dan mendoakan mereka sebab bila pemimpin sukses maka rakyatnya ikut sukses. Bukan sebagaimana yang terjadi di zaman kita ini banyak dari kalangan masyarakat yang awam maupun tokohnya yang justru memaki-maki pemerintahnya dari forum ke forum maupun dari moment yang satu ke moment yang lainnya.

Kalau kita merenungkan dengan tenang, jauh dari hawa nafsu dan ambisi ternyata keadaan kita tidak berubah dengan cara-cara tersebut di atas. Sebab yang mau di rubah fisiknya yang nampak, bukan hati atau pemikirannya yang merupakan pokok permasalahannya. Karena kalau dari dalam baik, maka akan memperbaiki yang di luar. Namun tidak akan terjadi sebaliknya.

DoaSetelah itu, satu hal yang terlupakan oleh kebanyakan orang yaitu masalah mendoakan pemimpin, karena hal ini juga bagian dari perkara yang di ajarkan dalam agama. Al-Fudhail ibn ‘Iyadh juga berkata: “Sekiranya aku memiliki doa yang pasti terkabul, niscaya aku akan mendoakan kebaikan untuk pemimpin/ pemerintah”.

Adapun menasehati mereka maka jalan yang di tempuh adalah dengan berbicara empat mata, bukan dengan cara mempermalukan mereka di hadapan halayak ramai dalam forum atau di atas mimbar. Juga dengan cara mengirim surat, jika mereka menerima maka itu yang di harapkan. Namun bila tidak berarti kita sudah menunaikan apa yang mestinya kita lakukan.

Pelajaran dalam masalah ini adalah, bila anda di nasehati di depan umum tentunya anda merasa di remehkan. Kehormatan anda di injak-injak, tidak di hargai dll. sebaik apa pun nasehat itu. Nah, bagaimana lagi dengan pemerintah, yang merupakan penguasa di sebuah daerah mau di sembarangkan begitu saja. Wallaahu A’lam wa Ahkam!!

Maraji’:

1. Tafsir Al-Thabari
2. Tafsir As-Sa’di
3. Al-Siyaasah Al-Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyah.
4. Maktabah Syamilah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *