Lailatul Qadar

Oleh:

M. Mujib Ansor, SH.

Ma’asyiral Muslimin, jamaah Jum’at rahimakumullah

Marilah kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala-, dengan jalan meningkatkan amal ibadah kita –terutama- di bulan suci Ramadhan ini, wabil khusus lagi di sepuluh hari terakhir, karena begitulah yang dilakukan oleh panutan kita, Baginda Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- beserta para sahabatnya.

Diriwayatkan dari Aisyah -Radiallahuanha- ia berkata:

كان النبيُّ صلى الله عليه وسلم إِذا دَخلَ العَشرُ شَدَّ مِئزَرَه ، وأحِيا ليلَه، وأيْقَظَ أهلَه

Adalah Rasulullah -Subhanahu wa ta’ala- apabila memasuki sepuluh Ramadhan (yang terakhir), beliau mengikat kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari Muslim)

  • Mengikat kain sarungnya, artinya menjauhi istri-istrinya dan atau giat beribadah.

  • Menghidupkan malamnya, artinya mengisi malamnya dengan berbagai kegiatan ibadah.

  • Karena beliau berharap mendapat malam “Lailatul Qadar”, yaitu sebuah malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.

  • Begitulah yang dilakukan Baginda Rasul -Shalallahu alaihi wa salam-, diikuti para sahabat, diteruskan para tabi’in dan para salafus shalih hingga akhir zaman.

I. Mengapa Disebut “Lailatul Qadar”?

  1. Disebut al-qadar atau takdir, karena Allah menetapkan ketentuan tentang apa yang akan terjadi. Karena itu, Lailatul Qadar disebut “lailatul hukmi wal qadar” (riwayat Ibnu Abbas), yaitu menetapkan hukum atau takdir satu tahun ke depan yang disadur dari Lauh Mahfuzh. Itu dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Majmu’.

  2. Disebut Qadar, bermakna “syarafu wal ‘azhamah” (kemuliaan dan keagungan), yaitu malam yang penuh kemuliaan dan keagungan, dengan diturunkannya al-Qur’an, barokah (keberkahan), dan para malaikat; dan orang yang memuliakannya akan mendapat kemuliaan dari Allah -Subhanahu wa ta’ala-.

II. Fadhilah Lailatul Qadar

  1. Allah memilih malam itu untuk turunnya al-Qur’an yang pertama kali di dunia (pada Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-) atau keseluruhan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia.

  2. Sebagai “Lailatul Mubarakah” (malam penuh berkah). Yang dimaksud berkah ialah banyaknya kebaikan, rahmat, dan ampunan, serta dilipatgandakannya pahala. Malam ini juga bernilai lebih baik dari seribu bulan. Allah berfirman:

    إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ,وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ,لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 1-3)

Maksud malam itu lebih baik dari seribu bulan ialah kalau misalnya kita beribadah pada malam Lailatul Qadar sekali, maka amal kita itu bernilai seperti beramal selama seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya. Itu karena kasih sayangnya Allah kepada hamba-Nya. Karena itu sebaliknya, orang yang menodai kemuliaan malam itu dengan berbuat maksiat, maka maksiatnya juga akan bernilai seperti melakukan maksiat selama seribu bulan.

    • Ini menunjukkan bahwa urusan “fadhilah” atau “pahala” itu urusan Allah/wahyu, bukan hasil percobaan atau eksperimen atau mujarobat dsb.

    • Jadi itu masalah ghaib. Secerdas apapun manusia, dalam masalah ini, masalah ghaib, maka kondisi kita adalah:

      وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

    • Kita tidak tahu bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari minyak kasturi kalau Nabi saw tidak menyebutkan hal itu.

    • Kita tidak tahu kalau “al-Fatihah” itu induk atau inti al-Qur’an kalau Nabi tidak menyebutkan hal itu.

    • Kita tidak bisa menetapkan bahwa rajanya ayat itu Ayat Kursi kalau tidak diberitahu oleh Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-.

    • Kita tidak tahu kalau Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha itu lebih mulia dan utama dibanding masjid-masjid lainnya kalau Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- tidak menyebutkan hal itu, dst.

  1. Turunnya malaikat untuk memberi salam pada umat Islam. Orang yang mendapat salam dari malaikat akan mendapatkan ampunan. Allah berfirman:

    تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ,سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 4-5)

  1. Ditentukannya segala ajal semua makhluk, serta rizki, dll.

Sekali lagi, takdir ditulis menyadur dari takdir umum di Lauh Mahfuzh.

III. Kapan Ada Lailatul Qadar?

  1. Ada pada setiap malam, dan di setiap bulan. (Pendapat ini lemah).

  2. Ada pada malam Nisfu Sya’ban. (Ini juga tidak benar, bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, dan atsar dll.) Pendapat ini disalahkan oleh Imam Nawawi.

  3. Yang benar, ada pada malam-malam di bulan Ramadhan. Dan yang kuat atau diharapkan adalah pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir, meskipun tidak menutup kemungkinan juga ada di malam genap.

    • Imam Hasan Bashri mengamati matahari pada tanggal 24 Ramadhan selama 26 tahun, ternyata terbit dengan sinar putih tanpa menyilaukan (seperti disebutkan hadits tentang tanda-tanda Lailatul Qadar).

    • Imam Malik, Ahmad, Sufyan ats-Tsauri juga menganjurkan menghidupkan pada malam-malam genap.

    • Jumhur ulama mengatakan, malam Lailatul Qadar itu berpindah-pindah setiap tahunnya.

    • Hanya Imam Syafi’i yang mengatakan tetap, tidak berpindah-pindah. Wallahu a’lam.

IV. Tanda-Tanda Alam Adanya Lailatul Qadar

  1. Malam cerah, tenang, dan hening seperti ada sinar rembulan, tidak ada bintang jatuh (malaikat melempar setan).

  2. Di pagi harinya sinar matahari tidak menyilaukan mata.

V. Fadhilah Menghidupkan Lailatul Qadar

Yaitu dimpuninya dosa-dosa. Rasulullah saw bersabda:

مَن قامَ ليلةَ القَدْرِ إِيماناً واحْتِساباً غُفِرَ لهُ ما تَقَّدمَ مِن ذَنْبهِ،

Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim)

VI. Amalan-Amalan Apa Saja Untuk Menghidupkan Lailatul Qadr?

  1. Memperbanyak shalat, seperti shalat Terawih, witir, dan tahajjut (qiyamul lail).

  2. Memperbanyak do’a:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, suka memaafkan, maka ampunilah aku.” (HR. Ahmad)

  1. Membaca al-Qur’an

  2. I’tikaf

  3. dan lain-lain

VII. Bagaimana Supaya Mendapat Lailatul Qadr?

Supaya kita bisa termasuk orang yang mendapat Lailatul Qadar, maka harus melakukan hal berikut:

  1. Ikut shalat isya’ berjamaah

  2. Ikut shalat subuh berjamaah

Hal ini berdasarkan riwayat dari Utsman bin Affan ra bahwa Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda:

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ ليلة. وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

Barangsiapa shalat isya’ berjamaah maka ia seperti melakukan shalat separuh malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah maka ia seperti shalat semalam suntuk.” (HR. Muslim)

Artinya, kalau kita sudah melaksanakan shalat isya’ dan subuh berjamaah pada malam Lailatul Qadar maka kita sudah mendapatkan bagian dari Lailatul Qadar dengan batas minimal, insyaAllah.

Sebagai peringatan, bahwa bermalas-malasan mengerjakan shalat sampai mengakhirkan waktunya, maka ini sifat orang munafik, sebagaimana firman Allah:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)

Termasuk sifat orang munafik adalah malas atau berat shalat isya dan subuh, sebagaimana sabda Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-:

إنَّ هاَتَيْنِ الصَّلاَتَيْنِ مِنْ أَثْقَلِ الصَّلَوَاتِ عَلىَ الْمُنَافِقِيْنَ، وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِيْهِما لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا،

“Sesungguhnya shalat yang paling berat dilakukan oleh orang munafik [ialah shalat isya’ dan shalat subuh]. Seandainya mereka tahu pahala kedua shalat tersebut maka pastilah mereka akan menunaikannya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi)

Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita sehingga kita dimudahkan untuk bisa mengisi malam Lailatul Qadar, malam yang penuh kemuliaan itu. Amin. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *