Oleh: M. Mujib Ansor, SH., M.Pd.I.
Ma’asyiaral muslimin, jamaah Jum’at rahimakumullah
Marilah kita berusaha terus dan terus untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala- agar hidup kita ini diliputi ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan dunia akherat. Selanjutnya kita sempurnakan lagi iman dan takwa itu dengan “dua sayap” yang akan membuat kita bisa terbang tinggi dengan selamat sampai tujuan, yaitu sabar dan syukur. Kalau burung, untuk bisa terbang tinggi maka ia perlu dua sayap. Sedangkan manusia, supaya bisa terbang tinggi, selamat dari segala macam cobaan dan ujian, memperoleh derajat yang tinggi, bisa meraih pertolongan dan kemenangan –ketika orang lain tengah berjatuhan- maka sayapnya adalah sabar dan syukur. Dan kedua-duanya ini harus selalu ada beriringan, tidak boleh patah salah satunya, apalagi kedua-duanya. Sabar ketika menghadapi yang kurang menyenangkan, atau kesulitan, atau musibah dst. dan syukur dalam setiap menerima nikmat dari Allah -Subhanahu wa ta’ala-.
Ibnul Qoyyim -Rahimahullah- menyebutkan bahwa menurut ijma’ ulama umat, sabar ini wajib, dan merupakan separoh iman. Karena iman itu ada dua paroh, separoh adalah sabar dan separoh lagi adalah syukur.1
Imam al-Ghazali -Rahimahullah- mengatakan, “Iman itu terdiri dari dua bagian: setengahnya adalah kesabaran dan setengahnya lagi adalah syukur, sesuai dengan yang disebutkan dalam khabar-khabar dan atsar-atsar.”2
Diriwayatkan dari Suhaib , bahwa Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- bersabda:
«عَجَباً لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ. إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ. وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ. إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ. فَكَانَ خَيْراً لَهُ. وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْراً لَهُ»
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, sesungguhnya semua urusannya baik, dan hal itu tidak didapati kecuali oleh orang mukmin, jika ia ditimpa oleh sesuatu yang menggemberikan kemudian ia bersyukur maka itu baik baginya, dan jika ia ditimpa oleh sesuatu yang membahayakan kemudian ia bersabar maka itu baik baginya.” (HR. Muslim, 7449)3
Nah, pada khutbah terdahulu (al-Umm edisi ke-5 Th.I) sudah kami sampaikan tentang syukur, maka untuk melengkapi satu sayap berikutnya, pada kesempatan ini kami sampaikan tentang sabar.
Kesabaran itu penting sebagai senjata bagi kaum muslimin dalam menghadapi setiap kesulitan dan problematika hidup. Ketika berbagai kesulitan dan problematika menimpa seseorang, maka kesabaranlah yang dapat memberi seberkas cahaya petunjuk dan solusi dari kesulitan dan problematika tersebut, serta memberikan petunjuk (hidayah) dari kegagalan dalam hidupnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Makna dan Hakikat Sabar
Secara bahasa sabar berarti menahan atau bertahan. Menurut syara’ ia berarti menahan nafsu dari ketergesaan; menahan diri dari rasa gelisah, cemas, dan amarah; menahan lisan dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari “kekacauan” seperti memukul-mukul pipi dan merobek-robek pakaian (sebagai ungkapan kesedihan), atau yang lainnya.4
Dzun Nun al-Mishriy -Rahimahullah- berkata, “Sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan agama, bersikap tenang ketika menghadapi ujian yang berat, dan menampakkan kecukupan di kala kefakiran datang ke tengah medan kehidupan.”5
Imam al-Ghazali -Rahimahullah- dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin (3/61) mengatakan, “Sabar adalah menerima dengan lapang dada hal-hal yang menyakitkan dan menyusahkan serta menahan amarah atas perlakuan kasar. Barangsiapa masih mengeluh bila diperlakukan buruk oleh orang lain, maka hal itu menunjukkan masih buruknya akhlak orang tersebut, karena akhlak yang mulia sesungguhnya adalah menerima secara lapang dada semua bentuk perlakuan yang menyakitkan.”6
Di tempat lain Imam al-Ghazali -Rahimahullah- mengatakan, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan sabar adalah ketetapan hati yang didorong oleh motif keagamaan untuk melawan berbagai keinginan yang muncul akibat dorongan hawa nafsu.”7
Sementara nafsu (diri) adalah kereta kencana bagi seorang hamba dalam perjalanannya menuju surga atau neraka. Sabar adalah tali kekang dari kereta itu. Jika kereta tidak dilengkapi tali kekang, tentulah ia akan berjalan tanpa kendali, meluncur ke mana saja.8
Nafsu itu mempunyai dua kekuatan; kekuatan untuk maju dan kekuatan untuk bertahan. Hakikat sabar adalah mengarahkan kekuatan untuk maju kepada hal-hal yang bermanfaat dan mengarahkan kekuatan untuk bertahan kepada menghindari hal-hal yang mendatangkan mudharat.9
Segala sesuatu yang dihadapi oleh seorang hamba di dunia ini pastilah merupakan salah satu dari dua hal; sesuatu yang sesuai dengan hawa nafsu dan keinginannya atau sebaliknya. Ia membutuhkan kesabaran untuk keduanya. Untuk perkara yang sesuai dengan keinginannya seperti kesehatan, kehormatan, dan harta, ia harus bersabar ditinjau dari berbagai sisi, antara lain:
-
Ia tidak boleh berambisi kepadanya dan tertipu karenanya. Perkara ini juga jangan sampai membuatnya sombong dan angkuh yang dibenci oleh Allah .
-
Ia tidak boleh serakah dalam menggapainya.
-
Ia harus bersabar di dalam menunaikan hak-hak Allah sehubungan dengan perkara-perkara itu.
-
Ia harus bersabar untuk tidak memanfaatkannya pada perkara-perkara yang diharamkan.10
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Sesungguhnya, yang disebut sabar itu ialah di awal menerima atau menghadapi sesuatu. Ini terlihat jelas sebagaimana riwayat berikut ini. Anas bin Malik -Radhiallahuanhu- meriwayatkan, suatu hari Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- melintas di dekat seorang perempuan yang terlihat tengah menangisi sebuah kuburan. Maka Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- berkata kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala- dan bersabarlah!”
Wanita itu menjawab dengan ketus, “Menjauhlah dariku karena engkau tidak merasakan kesedihan yang aku alami!”
Wanita itu tidak mengetahui jika dia adalah Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-. Seseorang lalu berkata, “Dia adalah Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-.”
Mendengar jawaban tersebut, wanita itu bergegas pergi ke kediaman Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam-. Sesampainya di sana dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku tadi tidak tahu bahwa engkaulah yang menyapaku!”
Rasulullah -Shalallahu alaihi wa salam- lalu bersabda:
إنَّ الصَّبْرَ عِنْدَ أوَّلِ صَدْمَة
“Sesungguhnya (yang disebut) kesabaran itu adalah (kesabaran) pada saat-saat awal terjadinya musibah.” (HR. Bukhari, 6996)11
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Pembagian atau Macam-Macam Kesabaran12
Ditinjau dari objeknya, sabar itu ada tiga. Pertama, sabar terhadap perintah, yaitu dengan melaksanakannya. Kedua, sabar terhadap larangan dan hal-hal yang menyelisihi syariat, yaitu dengan menjauhinya. Ketiga, sabar terhadap qadha’ (takdir) dari Allah , yaitu dengan tidak menyesalinya.13 Sementara Ibnul Qoyyim menyebutkan sabar itu ada tiga macam: sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari kedurhakaan (maksiat) kepada Allah, dan sabar dalam ujian Allah.14
Pertama, Sabar dalam Ketaatan Kepada Allah
Dalam melaksanakan ketaatan perlu kesabaran, karena banyak sekali rintangan yang menghalangi ketaatan, di antaranya setan, jiwa, hawa nafsu dan syahwat dunia beserta kelezatannya. Allah -Shalallahu alaihi wa salam- berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya …..” (QS. Thaha: 132)
b. Sabar dalam Meninggalkan Maksiat
Semua bentuk kemaksiatan dipercantik oleh setan dan diperindah oleh manusia serta dipropagandakan dengan berbagai macam cara oleh iblis. Terkadang jiwa ini lemah di hadapan maksiat, sedangkan hawa nafsu berkumpul untuk membantunya. Maka jika seorang hamba tidak mampu mengendalikan dirinya –dengan kesabaran- maka ia akan binasa dan hilang kendali.
c. Sabar dalam Menghadapi Cobaan
Cobaan merupakan bagian dari sunnatullah (hukum Allah) terhadap para hamba-Nya. Allah berfirman:
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 1-3)
Bentuk ujian atau cobaan itu bisa berkenaan dengan diri (fisik) kita, harta, anak, dan keluarga kita, sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Baqarah: 155-157. Maka hendaklah kita bersabar menghadapi cobaan yang Allah kehendaki sesuai dengan hikmah yang ada di balik itu.
Ibnul Qoyyim -Rahimahullah- mengatakan: “Dua macam yang pertama merupakan kesabaran yang berkaitan dengan tindakan yang dikehendaki, sedangkan yang ketiga tidak berkaitan dengan tindakan yang dikehendaki. Saya pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kesabaran Yusuf menghadapi rayuan istri tuannya lebih sempurna daripada kesabaran beliau saat dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, saat dijual, dan saat berpisah dengan bapaknya, sebab hal ini terjadi di luar kehendaknya, sehingga tidak ada pilihan lain bagi hamba kecuali sabar menerima musibah. Tetapi kesabaran yang memang beliau kehendaki dan diupayakannya saat menghadapi rayuan istri tuannya, kesabaran memerangi nafsu, jauh lebih sempurna dan utama, apalagi di sana banyak faktor yang sebenarnya menunjang untuk memenuhi rayuan itu…”15
Demikianlah manusia senantiasa berhajat kepada sabar setiap saat, dan dalam segala kondisi. Sebab manusia itu hidup di antara perintah yang harus ia kerjakan, larangan yang harus ia jauhi, takdir yang harus ia terima, dan nikmat yang harus ia syukuri.16
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Buah dari Kesabaran
Menurut Imam Ahmad, kata sabar disebutkan dalam al-Qur’an lebih dari tujuh puluh tempat.17 Di dalam berbagai ayat tersebut dapat dilihat bahwa Allah menganugerahi orang-orang yang memegang teguh sifat sabar dengan berbagai keutamaan. Selain itu, berbagai kebaikan dan derajat yang terhormat juga dijanjikan-Nya sebagai buah dari sikap terpuji ini.18 Di antara buah kesabaran itu antara lain:
1. Orang yang sabar dijanjikan kepemimpinan, Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar[19], dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
2. Orang yang sabar diberi pahala yang lebih baik, Allah berfirman:
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“… dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 96)
3. Orang yang sabar dijamin pertolongan:
بَلَىٰٓ ۚ إِن تَصْبِرُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ ءَالَٰفٍ مِّنَ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ مُسَوِّمِينَ
“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” (QS. Ali Imron: 125)
4. Allah bersama orang-orang yang sabar:
وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“… dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)
Ibnul Qayyim -Rahimahullah- mengatakan, “…dan ini merupakan kebersamaan secara khusus, yaitu berarti menjaga, melindungi, dan menolong mereka, bukan sekedar kebersamaan secara umum.”20
5. Dengan kesabaran akan mencapai kemenangan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Syaikh As-Sa’di -Rahimahullah- berkata, “Kemudian Allah Ta’ala menganjurkan kaum mukmin kepada sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada kemenangan, yaitu keberhasilan dengan memperoleh kebahagiaan dan kesuksesan. Adapun jalan untuk mencapai kemenangan tersebut adalah konsisten terhadap kesabaran, yaitu menahan diri dari hal-hal yang dibenci berupa meninggalkan kemaksiatan, sabar saat ditimpa musibah, dan sabar terhadap hal-hal yang dirasa berat oleh jiwa manusia. Allah memerintahkan mereka untuk tetap bersabar dalam semua kondisi tersebut.”21
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dari sedikit contoh ayat di atas, kiranya dapat memberikan gambaran yang jelas kepada kita betapa agung dan mulianya buah dari kesabaran itu. Karena itu patut kiranya kita berusaha keras untuk memilikinya dan memohon kepada Allah agar kita dianugerahi kesabaran yang sempurna. Allahumma amin. [*]
Sumber Rujukan:
-
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin: Pendakian Menuju Allah, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, cet. ke-5, 2003.
-
Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab, Imam Ghazali, Tazkiyah an-Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Para Salaf, Pentahqiq: Dr. Ahmad Farid, Solo: Pustaka Arafah, cet. I, 2001.
-
Imam al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, cet. II, 2007.
-
Abdul Mun’im al-Hasyimi, Akhlak Rasul Menurut Bukhari dan Muslim, Jakarta: Gema Insani, 2009.
-
Dr. Saad Riyadh, Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah , Jakarta: Gema Insani Press, cet. I, 2007.
-
Syaikh Khumais as-Sa’id, Beginilah Rasulullah Mengajari Kami, Jakarta: Darus Sunnah, 2008.
-
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, terj. Muhammad Iqbal, Lc. dkk., Jakarta: Pustaka Sahifa, cet. ke-2, 2012.
-
Program Aplikasi Hadits asy-Syarif.
1 Madarijus Salikin: Pendakian Menuju Allah, 203.
2 Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, 355.
3 Shahih Muslim, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992, 18/100.
4 Lihat, Madarijus Salikin…, 206; dan Tazkiyah an-Nafs Konsep Penyucian Jiwa Menurut Para Salaf, 84
5 Tazkiyah an-Nafs…, 84.
6 Akhlak Rasul Menurut Bukhari dan Muslim, 51.
7 Ibid, 52.
8 Tazkiyah an-Nufus…, 86.
9 Ibid.
10 Tazkiyah an-Nufus…, 88
11 Shahih al-Bukhari, Daru Ihya’i at-Turats al-Arabiy, 15/29.
12 Untuk pembahasan lebih rinci, silakan merujuk pada Beginilah Rasulullah Mengajari Kami, 79-81; dan Madarijus-Salikin…, 208-209.
13 Tazkiyah an-Nufus…, 87.
14 Madarijus Salikin…, 206.
15 Madarijus-Salikin…, 206.
16 Tazkiyah an-Nufus…, 87.
17 Madarijus-Salikin…, 203.
18 Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah , 134.
19 Yang dimaksud dengan sabar ialah sabar dalam menegakkan kebenaran. (al-Qur’an dan Terjemahnya)
20 Madarijus-Salikin…, 203.
21 Tafsir as-Sa’di, 1/659.