Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah -Rabb semesta alam- atas semua nikmat dan karunia yang Engkau limpahkan pada hamba yang faqir ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada insan terbaik sekaligus Qudwah Hasanah bagi manusia di setiap zamannya. Juga kepada keluarganya, sahabatnya, dan yang senantiasa mengikuti jalannya dengan tulus. Aamiin.
Sahabat, izinkan saya mencurahkan kebahagiaan yang tak akan pernah terukur dengan uang atau harta apapun. Ya, kebahagiaan yang saya maksud adalah “kemenangan”. Mengapa demikian? Karena untuk jadi seorang pemenang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Sahabat, berawal dari saya memenangkan lomba pidato Bahasa Arab kemarin, Allah memudahkan saya untuk menarik faidah dari proses memenangkan lomba tersebut, di antaranya yaitu:
-
Sebagaimana disinggung di awal tadi bahwa untuk menjadi seorang pemenang itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Artinya saya memang harus benar–benar “menang” atas diri saya dahulu. Ya, menang dari rasa tidak percaya diri, minder, sombong, riya, sum’ah, dan “parasit–parasit” hati lainnya.
-
Tak kalah penting dari itu sebenarnya adalah niat. Ya, saya harus benar–benar meluruskan niat. Untuk siapa lomba ini saya persembahkan, mengapa saya ikut lomba ini, apakah saya ikut lomba ini karena agar menang atau hanya sekadar ikut atau yang lainnya.
-
Ukur diri. Ini juga penting sahabat. Mengukur diri artinya kita paham dengan batas kemampuan kita. Katakan ya, jika memang bisa. Sebaliknya, jika memang itu dirasa tidak sanggup dikerjakan, maka jangan pernah malu untuk mengatakan tidak.
-
Sahabat, tak kurang dari itu kesungguhan juga sangat berpengaruh pada kemenangan saya. Saat saya melakukan proses dari awal sampai akhir, ternyata memang kesungguhan sangat menentukan hasil akhirnya. Saya tidak mengakal–akali sahabat, tetapi begitulah yang saya alami.
-
Semangat. Ini juga penting sahabat. Tanpanya kesungguhan tak akan muncul. Contoh, saat mencari bahan untuk materi khutbah, saya berusaha semangat dalam melakukannya. Dan yang terjadi malah sungguh-sungguh. Hingga akhirnya lupa waktu.
-
Nikmatilah tugas, jangan menganggapnya sebagai beban. Sahabat, sungguh saat kita berusaha untuk menikmati tugas, amanah, atau pekerjaan, kita tidak akan pernah terbebani dengan seberat apapun materi yang kita butuhkan.
-
Istirahatlah. Maksud saya, sempatkanlah beristirahat walau hanya tidur sesaat. Misalnya, saat kita merasa ngantuk dan pegal, kita tidak memaksakan diri untuk tetap melanjutkan tugas ini. Ingat, kondisi kesehatan lebih penting dari materi yang kita butuhkan. Karena ketika kita sakit, maka semuanya akan terhenti.
-
Berdoalah satu paket. Artinya, ya jangan mendoakan apa yang saat kita butuhkan saja. Doakan diri kita dan orang lain dari segala sisi. Kesehatan, keistiqomahan, ketulusan, kesungguhan, kemudahan, kebaikan, dan lainnya.
-
Tutup mulut dan telinga. Sahabat, namanya hidup di dunia ini kita tidak terlepas dari ocehan orang. Benar adanya kalau orang dahulu mengatakan “orang hidup itu, baik buruknya tetap diomongin“. Maka adakalanya kita harus tutup telinga dan menutup mulut dari omongan orang yang berusaha menjatuhkan agar kita tidak percaya diri. Artinya kita menahan diri untuk tidak menanggapi komentar mereka. Biarkanlah mereka capek dengan komentar sendiri. Sementara kita fokus pada tugas yang diamanahkan. Maka rasakanlah hasilnya.
-
Fokus pada apa yang menjadi tujuan. Ingat, sekali lagi kita ikut lomba untuk apa. Hal ini sangat membantu dalam menguji konsistensi kita dalam menjalankan tugas.
-
Selalu bertanya pada ahlinya. Jangan merasa cukup pada kemampuan sendiri. Karena mencukupkan diri pada kemampuan pribadi efeknya adalah timbulnya kesombongan.
-
Buka hati. Artinya, kita berlapang dada saat menghadapi kritikan dan masukan. Karena jika kita tertutup berarti kita menutup kebaikan yang akan kita peroleh dari orang yang kita anggap lebih paham. Dan ini menumbuhkan sifat egois.
-
Pantang menyerah. Jangan anti kritik. Jangan ciut karena kritik. Harusnya karena kritik kita bangkit. Tambah semangat. Karena kita semakin tahu kekurangan kita. Dan ini tanda orang yang ingin maju. Selain itu, jangan menyerah saat kita tidak bisa mencari solusi. Ingat di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Bukankah demikian Allah janjikan itu pada kita? Bahkan Dia mengulanginya hingga dua kali. Masihkah kita tidak percaya dengan janji–Nya?
-
Berlakulah hangat pada orang–orang terbaik. Maksudnya, saat kita di masa sibuk–sibuknya jangan pernah mengernyitkan dahi atau memasamkan muka seolah–olah kita memang sibuk sampai akhirnya kita tak sempat berinteraksi dengan teman, guru, dan orang terdekat kita. Ini sepele, namun cukup berpengaruh. Karena semakin kita bersikap dingin pada orang lain maka semakin menambah beban. Pada akhirnya mengganggu fokus kita.
-
Rehatkanlah dengan ibadah. Shalat, mengaji, dzikir, bersedekah, membaca dan menghafal al-Qur’an, al-hadits atau kitab, saling menasihati dan ibadah lainnya. Ini sangatlah membantu dalam menyegarkan ruh kita selama menjalankan tugas. Dan sesibuk apapun sempatkanlah kita lakukan kebiasaan–kebiasaan baik ini. Karena sejatinya kita hidup hanya untuk ibadah.
-
Waspadalah pada musuh yang tak tampak. Ialah syetan dan bala tentaranya yang senantiasa tak henti–hentinya membujuk dan merayu agar kita lalai bahkan terjerumus dalam maksiat. Karenanya tamengi diri kita dengan dzikir–dzikir syar’i agar tidak terjerat tipu muslihatnya.
-
Rilekskan dengan hal yang ringan. Peregangan, melihat pemandangan indah, menghirup udara segar, atau dengan sekedar merebahkan tubuh. Ini bermanfaat untuk menyegarkan kembali pikiran kita yang selama ini kusut.
-
Siap hadapi medan. Setelah semuanya dipenuhi, kita tinggal menghela nafas panjang, lalu tahan sesaat, kemudian buang dengan pelan. Untuk mengatasi grogi biasanya saya lakukan seperti itu. Atau minum sebelum naik arena lomba, kuasai materi, panggung, dan audience, konsentrasi penuh, dan sampaikan setulusnya bukan dibuat–buat.
-
Setelah kita hadapi medan. Saatnya kita menyerahkan diri pada Sang Maha Berkehendak, yakni Allah ‘Azza wa Jalla. Karena kita tidak tahu bagaimana hasilnya. Boleh saja kita optimis, tapi sewajarnya. Jangan sampai kita mendahului Allah dengan menerka–nerka apa yang akan kita peroleh. Misalnya, karena penampilan kita optimal maka kita yakin akan jadi pemenang. Atau sebaliknya, karena kita tampil kurang maksimal maka kita yakin akan kalah. Sahabatku, fase inilah yang saya rasa paling sulit. Karena, untuk melawan prasangka ini butuh keyakinan penuh. Jika tidak kita akan menjadi manusia sok tahu dengan hal yang ghaib.
-
Saatnya menikmati hasil usaha kita. Artinya, jika menang itulah hasil dari usaha kita. Kalau pun kalah, ya berbanding lurus dengan usaha kita selama ini.
-
Saat menang, bersyukur itu paling utama. Bertafakkur juga tidak kalah penting. Kata kemenangan yang kita peroleh adalah bagian dari ujian dari Allah. Untuk menguji sejauh mana kita menyikapi kemenangan itu. Jika dengan kemenangan kita semakin bersyukur, maka Allah akan tambah dengan kemenangan lainnya. Sebaliknya, jika kita lalai ingatlah Allah Maha Adil atas apa yang kita lakukan.
-
Saat kalah, tidak putus asa. Yakinlah dengan qadha dan qadar Allah. Mungkin dengan kekalahan kita, Allah akan memberikan kemenangan pada lomba berikutnya. Atau mungkin Allah memang sedang menguji kita agar kita tetap berusaha semaksimal mungkin agar menjadi yang terbaik.
-
Ingat orang–orang sekitar. Siapa saja yang telah membantu kita selama menjalankan tugas atau amanah ini. Jangan lupakan jasa mereka yang telah membantu kita.
-
Kembalikan pada pemiliknya. Saat kita menang tak jarang kita akan mendapatkan pujian. Maka kembalikanlah pada yang berhak untuk dipuji. Dialah Allah yang sangat pantas untuk dipuji. Atas taufik–Nya, kita bisa menang dari perlombaan. Sebaliknya, saat kalah. Maka janganlah memaki keadaan. Jika kita berbuat demikian, maka sama halnya kita memaki Allah. Ingat keadaan tidak pernah mengubah usaha kita. Yang ada, kitalah yang mengubahnya. Sepatutnya kita introspeksi diri, mungkin masih ada kekurangan pada diri kita yang harus diperbaiki.
-
Tetaplah jadi diri sendiri. Ingat, menang atau kalah sama sekali tidak mempengaruhi sikap kita pada orang lain. Saat menang kita tak mendongakkan kepala. Saat kalah, kita tidak pula merundukkan kepala. Berlakulah sebagaimana kita biasa bersikap. Seolah tak pernah ada sesuatu terjadi diantara kita dan orang lain. Intinya, pemenang sejati adalah yang tetap merendahkan hatinya pada yang lain. Dan yang kalah pun tak merasa rendah dibuatnya.
Demikanlah sahabat, dua puluh lima faidah yang saya dapatkan hanya dari satu lomba. Saya berharap anda bisa mengambil faidah–faidah ini dengan bijak. Mengingat hal ini sepele tapi perlu kita perhitungkan juga. Agar kelak kita tak menjadi manusia yang jumawa. Wallahu a’lam. [*]
Akhukum fillah, Yusuf ibn Hasan as-Sundawi
Mahasantri Ma’had Ali al-Aimmah kelas III
Juara II Nasional, Lomba Pidato berbahasa Arab 2015