Belasan Biksu Radilkal Pimpin 500 Umat Budha Garis Keras Melakukan Demonstrasi Menentang RohingyaÂ
Sekitar 500 orang penduduk Myanmar penganut Budha garis keras di Myanmar kembali menyelenggarakan aksi unjuk rasa melawan etnis Rohingya. Dikarenakan pertama kalinya pemerintah Myanmar memberikan bantuan kepada perahu imigran gelap yang ditemukan di Teluk Bengal. Sehingga dari bantuan tersebutlah yang memicu amarah penganut Budha radikal yang mana mereka menginginkan seluruh warga Rohingya diusir dari Myanmar. Menurut mereka, pemerintah pusat seharusnya tidak mengulurkan tangan bagi para imigran yang terdampar di pantai Myanmar.
“Kami menyampaikan protes melawan orang-orang Bengal (Rohingya) yang dikirim kembali ke Provinsi Rakhine,” kata Aung Htay, pemimpin demonstran, seperti dikutip dari The Strait Times, Minggu (14/6/2015). Beberapa waktu sebelum ini sekitar 30 biksu radikal asal Myanmar memimpin pawai ratusan massa yang mana mereka juga menolak kehadiran etnis Rohingya yang dikenal dengan julukan ‘orang kapal‘. Dalam salah satu poster yang dibawa demonstran tertulis “Orang kapal tidak berasal dari Myanmar”.
Selain itu mereka juga mengatakan, “Orang-orang kapal ini menjuluki dirinya sendiri ‘Rohingya’. Mereka berpura-pura menjadi pengungsi supaya mereka bisa kembali ke Myanmar. Dan kami tidak dapat menerima mereka,”.
Kaum muslim Rohingya adalah kelompok Muslim minoritas di negara mayoritas Buddha, yaitu Myanmar. Kaum Rohingya tidak diakui oleh pemerintah Myanmar sebagai kelompok etnis resmi. Pemerintah Myanmar juga menolak kependudukan mereka. Kini, jumlah orang Rohingya diperkirakan mencapai 1,3 juta. Pemerintah Myanmar sering menjuluki etnis Rohingya sebagai “Kaum Bengali”. Sebab, Myanmar tidak mau mengakui kaum tersebut sebagai warga negaranya. Menurut Pemerintah Myanmar, “Kaum Bengali” merupakan pendatang gelap dari negara tetangga mereka Bangladesh.
Padahal apabila kita membaca sejarah, bahwa etnis Rohingya adalah nama Bangsa muslim yang hidup di Arakan. Rohingya (Rohanjiya) diambil dari kata Rohang nama lama bagi daerah Arakan, kemudian digunakan untuk menyebut bangsa muslim penduduk asli yang tinggal di Arakan.
Penduduk Burma terdiri dari banyak suku dan bahasa. Mayoritas mereka berbicara dengan bahasa Burmaniyah dan orangnya disebut Burman (Bamar). Ini adalah suku terbesar dan yang berkuasa, sementara suku yang lain adalah Shan, Kacyin, Karenni (Kayah), Karen, Kayan, Cyin, Rakhain, Maghs, dan ada bangsa muslim yang dikenal dengan nama Rohingya, yaitu suku terbesar nomor dua setelah Burman.
Bangsa Rohingya berasal dari turunan Arab, Maghribiyyah, Moro, Turki, Persia, Mongolia, al-Buthan, dan Banggali (Bangladesh). Bentuk (rupa) dan warna mereka mirip dengan penduduk India.
Bahasa muslim Arakan adalah Rohingyan yang sangat kental dengan kata dan ekspresi dari bahasa Arab Persia, Urdu, dan Bengali (Banggala). Bahasa ini belum ditulis hingga saat ini.
Berikut ini beberapa informasi mengenai masuknya Islam ke negeri Arakan :
Pertama: Hani al-Mulaiji menuturkan bahwa Islam masuk Arakan sejak abad pertama Hijriyyah(11) (abad 7 M), zaman sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1400 tahun yang lalu. Sebab Islam masuk di sana dibawa oleh para pedagang Arab pimpinan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Waqqash bin Malik radhiallahu’anhu dan sejumlah tokoh Tabi’iin. Mereka berdagang, tetapi mereka adalah para da’i yang menyebarkan agama Islam karena dididik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan dari Nabi walaupun hanya satu ayat (Ballighu ‘anni walau ayah), atau untuk menyampaikan satu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Fal yubaligh al-Syahidu al-Ghaiba).
Suatu hari kapal yang mereka tumpangi pecah ditengah Teluk Bengal (Benggala) dekat dengan pantai Arakan, maka mereka terpaksa merapat ke Pulau “Raham Bre (Ramree)” di Arakan. Setelah itu mereka bertempat tinggal di Arakan, menikah dengan putri-putri dari penduduk asli
Arakan dan mulailah mereka berdakwah dengan hikmah dan mauizhah hasanah hingga mereka masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong dan mereka beranak pinak.
Kedua: Ada yang mengatakan bahwa tahun 680 M setelah perang ‘Karbala’ (9 atau 10 Oktober 68 M/10 Muharram 61 H) Mohammad Hanafiyah dengan pasukannya tiba di Arab Shah Para, dekat Maungdaw di Arakan Utara, sementara Kaiyapuri, Ratu Kanibal yang memerintah hutan berbukit itu menyerang dan menjarah orang-orang dari Arakan. Maka Mohammad Hanafiyah menyerang kanibal dan menangkap Ratu itu. Dia masuk Islam dan menikah dengannya. Pengikutnya memeluk Islam secara massal. Mohammad Hanafiyah dan Ratu Kaiyapuri tinggal di Kisaran Mayu. Puncak gunung tempat mereka tinggal sampai sekarang dikenal dengan nama Hanifa Tonki dan Kaiyapui Tonki. Suku Kanibal liar itu dijinakkan dididik dan menjadi beradab. Para pengikut Muhammad Hanafiyah dan Kaiyapuri ini berbaur dan bercampur dan hidup damai. Maka keturunan orang-orang campuran ini membentuk inti asli dari Muslim Rohingya di Arakan.
Demikian menurut latar belakang sejarah Arakan. Namun ada sesuatu yang ganjil, yaitu jika yang dimaksud dengan Muhammad Hanafiyyah adalah Muhammad bin Ali bin Abi Thalib al-Madani, (Hanafiyah adalah nama ibunya yaitu Khaulah binti Ja’far dari Mawali bani Hanifah) maka Muhammad Hanafiyah ini meninggal setelah tahun 80 H di Syam dan tidak pernah ke Arakan. Wallahu A’lam. Atau mungkin saja cerita tadi benar namun penyebutan nama yang salah. Wallahu A’lam. Kedatangan para pedagang Arab di awal-awal Islam ini memiliki andil besar dalam menyebarkan Islam di kawasan tersebut, bahkan ada banyak riwayat menyebutkan bahwa para saudagar Arab itu sudah terbiasa “sebelum Islam pun- melewati Rohang (Arakan) sebab ia adalah jalur perniagaan mereka. Maka hubungan bangsa Arab dengan penduduk asli sudah dimulai sejak zaman itu. Dan di abad 14 hingga 19 Miladi mulailah etnis-etnis lain selain Arab mendatangi Arakan seperti Buthan, Bengal (Benggala), Persia, Mongol, dan Magharibah. Dengan percampuran ini penduduk Arakan memeluk Islam hingga menjadi agama mayoritas di abad ke 15 M.
Ketiga: Sedangkan menurut banyak sumber, Islam sampai Arakan dibawa oleh para pedagang Arab Muslim pada abad kedua Hijriyah, tepatnya tahun 172 H/788 M di masa Khalifah Harun al-Rasyid. Mereka singgah di Pelabuhan Akyab Ibukota Arakan. Maka Islam pun menyebar dari sana memberikan hidayah dan cahaya ilmu.
Versi lain “sepertinya gabungan antara pendapat pertama dan ketiga- mengatakan bahwa tahun 788 M itu, selama musim Wae Tha Li, banyak kapal pedagang Arab dihancurkan oleh topan dan mereka terdampar di pantai sebuah pulau. Dan Raja di pulau tersebut memindahkan mereka ke dalam pulau. Dengan demikian, mereka menamai Pulau itu dengan ‘Raham Bre’ (dalam bahasa Arab, yang artinya pulau pembantu), maka sampai hari ini pulau ini disebut pulau Ramree.
Yang jelas menurut orang Rohingnya sendiri, Islam sudah masuk sebelum tahun 788 M, masyarakat tertarik dengan Islam dan masuk ke dalam agama ini secara berbondong-bondong dan menyebar dengan cepat di seluruh Arakan, bahkan Burma. Sejak saat itu Islam memainkan peran penting dalam kebudayaan dan peradaban di Arakan. Umat Islam dan kaum Budha hidup berdampingan seperti satu keluarga. Hal ini berlangsung selama berabad-abad, dan bersama-sama mengurusi negara. Sementara mata uang dan medali-medali bertulislan “Kalima” yang maknanya Iman dan Islam, dalam huruf Persia. Bahasa Persia adalah bahasa mahkamah di Arakan, sebagaimana para rajanya membawa nama-nama Islam.”
Sehingga apa yang dikatakan oleh Umat budha Radikal dan Pemerintah Myanmar yang mengatakan bahwasanya orang – orang etnis Rohingya bukan berasal dari Myanmar atau pendatang gelap dari negara tetangga mereka yaitu Bangladesh, adalah sebuah tuduhan yang jelas sangat bertentangan dengan fakta sejarah yang telah dikemukakan di atas.
Dikutip dari buku :
ROHINGYA BANGSA YANG TERJAJAH (Sejarah Tragedi Kemanusiaan Terburuk di Dunia) yang ditulis oleh : Al-ustadz Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.