Ditulis oleh Sherif Abdel Aziz, diterjemah oleh Abu Hamzah
Diantara kesalahan terbesar yang mungkin dilakukan oleh sebuah negara yang berdaulat dan dalam sikap konfrontasi dengan kekuatan asing yang menunggu kesempatan untuk menggebuknya, adalah mengikuti langkah yang sama dan strategi yang sama dengan peristiwa dan mawqif yang berbeda. Jika ini mengandung makna maka itu menunjukkan adanya kebangkrutan politik dan hilangnya kreativitas dalam berpikir, khususnya jika negara ini berada pada tahap sensitif dan bahaya dalam sejarahnya.
Seolah-olah saya sedang menonton kisah novelis sinematik daur ulang, atau sandiwara yang diputar ulang yang para pemirsa telah muak/bosan terhadapnya, adegan yang sama dan skenario yang sama dan output yang sama, dan bahkan mungkin para pahlawan yang sama dengan generasi yang berbeda; adegan mahasiswa muda yang cenderung emosi dan antusiasme dan keinginan untuk balas dendam atas martabat negara mereka, dan mereka menyerbu dinding kedutaan , tapi berbeda waktu lebih dari tiga puluh tahun, dan berbeda dalam nama kedutaan.
Di 4 November 1979, pasukan Garda Republik Iran menyerbu Kedubes AS dan menahan 52 staf sebagai para sandera. Yang sangat menarik bahwa Presiden Iran saat ini Ahmadinejad, itu adalah salah satu peserta dalam serangan itu. Maka meletuslah satu Krisis yang dikenal dengan krisi kedutaan. Kurt Valdhim Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa waktu itu menjadi penengah untuk mengakhiri krisis. Sejak hari itu mulailah di kenal di dunia internasional apa yang disebut dengan konflik Amerika-Iran, yang masih ada hingga sekarang, meskipun fakta dan peristiwa serta dokumen membuktikan sebaliknya. Yang penting bahwa Khomeini pada waktu itu ingin menerobos masuk ke kedutaan untuk mencapai beberapa tujuan dan strategi politik, yang tersembunyi darinya jauh lebih besar daripada yang tampak dipermukaan. Yang ditampakkan dipermukaan adalah untuk menghentikan intervensi AS di Iran dan memaksa untuk menyerahkan Syah yang telah digulingkan untuk diadili, meskipun itu tidak di wilayahnya sama sekali. Sementara yang tersembunyi adalah lebih bersifat propaganda ketimbang politik, yaitu sesuai dengan strategi Ekspor Revolusi revolusi Iran, dan promosi pemikiran Khomeini di negara-negara Muslim. Maka al-khumaini menyerbu kedutaan tidak mencapai tujuan yang nyata selain hanya muncul isu ia sebagai musuh Amerika dan “Israel” dan pelindung perjuangan Palestina. inilah yang benar-benar yang ia capai, sebab untuk waktu yang cukup lama di mata massa dan masyarakat yang lugu dia menjadi contoh dan teladan bagi penguasa Muslim yang peduli pada isu-isu Muslim, meskipun ia tidak benar-benar berkontribusi dalam mendukung perjuangan Palestina meski hanya satu peluru, dan semua perangnya adalah melawan tetangganya yang Muslim dalam perang yang dia gambarkan sebagai perang besar, sementara perang melawan Yahudi maka ia sebut sebagai perang kecil!
Hari ini, setelah tiga puluh dua tahun, Iran kembali mengulang menggelar drama lam, para mahasiswa yang bersemangat menyerang kedutaan Inggris dan memanjat pagar, aksi mereka itu dilakukan di hadapan pasukan keamanan Iran, yang berdiri melihat adegan sandiwara yang menyenangkan ini. Maka isi-isinya diobrak abrik berantakan, kertas-kertas dan dokumen dicuri, persis seperti cara menyerbu kedutaan Zionis di Kairo, bendera Inggris diturunkan dan menggantinya dengan bendera Iran, dalam krisis diplomatik yang datang dalam konteks kebijakan menggigit jari antara Iran dan Inggris.
Serangan itu memicu gelombang sikap internasional yang mengutuk, Dewan Keamanan PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan: sesungguhnya ia mengutuk dengan ungkapan yang pedas atas serangan itu, seraya mengingatkan prinsip untuk tidak melanggar markas diplomatik dan konsuler, dan tugas dari pemerintah tuan rumah untuk mengambil semua tindakan yang tepat guna melindungi mereka. Presiden AS, “Obama” mengatakan serangan terhadap Kedutaan Besar Inggris itu adalah perilaku Iran yang tidak bertanggung jawab, dia menekankan bahwa seharusnya menjadi tanggung jawab Teheran untuk melindungi misi diplomatik. kata juru bicara Gedung Putih, “Carney” dalam sebuah pernyataan: Departemen Luar Negeri AS berhubungan dengan pemerintah Inggris, dan Washington siap untuk mendukung sekutu-sekutunya di masa sulit ini, dan ia dan Menteri Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan dalam sebuah pernyataan keprihatinan mendalam terhadap penyerbuan demonstran ke tempat milik Kedutaan Besar Inggris di Teheran, ia mengecam dengan keras dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak dapat diterima sama sekali. Perancis dan Rusia pun ikut mengecam dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak layak. Kecaman-kecaman ini datang dalam konteks meningkatnya embargo internasional terhadap Iran dan kebijakannya yang bersifat regional dan internasional.
Sebaliknya, Di kantor berita Iran “Faris” mengatakan pada hari Selasa: “sesungguhnya sekelompok mahasiswa Iran menyerbu markas kedutaan besar Inggris di Teheran sebagai reaksi terhadap” kemartiran Dr Majeed Shahryari profesor fisika nuklir di Shahid Beheshti University, “di mana peristiwa ini bertepatan dengan ulang tahun pertama kematiannya. Kantor berita mengatakan bahwa “martir Shahryari telah mati syahid di tangan pasukan milik barat, yang Inggris banyak berperan di dalamnya “. dia mengisyaratkan bahwa para mahasiswa demonstran membawa gambar Shahryari juga mengangkat slogan bertuliskan “Ganyang Inggris” dan “Matilah Amerika dan Israel,”. Kantor berita menyebutkan bahwa para pengunjuk rasa menyatakan bahwa Kedutaan Besar Inggris tidak lagi tunduk pada Protokol diplomatik tetapi telah menjadi “bagian dari wilayah Iran.” Ratusan mahasiswa pengunjuk rasa di Iran hari ini menyerang kedutaan besar Inggris di Teheran, mereka menurunkan bendera dan menuntut pengusiran duta besar Inggris. Pengunjuk rasa memanjat pagar dan memasuki kompleks kedutaan, di mana mereka mulai menyalakan api, dan mereka menurunkan bendera Inggris dan merobek-robek dokumen dan gambar Ratu Elizabeth II. Alasan-alasan ini di mata politik internasional tidak dapat diterima dan bukan alasan yang diperbolehkan.
Iran sejak pecahnya “Arab Spring”(al-Rabi’ al-Arabi’) menderita berbagai krisis berturut-turut dalam kancah internal dan eksternal. Secara eksternal, Iran sekarang sedang dalam penurunan yang drastic dalam perannya di regional dan internasional, hal itu terwakili dalam mundurnya para sekutu Iran yang sekarang ini; yang satu di ambang kehancuran, yaitu rezim Suriah, dan yang kedua kelompok bersenjata yang menderita banyak krisis setelah diterpa pukulan geopolitik dan militer karena pengepungan Suriah dan tekanan terhadap Iran, yaitu kelompok Hassan Nasrallah di Lebanon. sebagaimana Garda Revolusi Iran, yang merupakan sayap militer dan ekonomi bagi pemikiran revolusi, dan penanggung jawab pertama tentang peletakan kebijakan prinsip-prinsip ekspor revolusi Khomeini, mengalami kemunduran Berturut-turut mulai kegagalan besar di Bahrain, meskipun Orang Syiah Bahrain sudah dikerahkan, kemudian kegagalan di lapangan dan militer dalam menyelamatkan rezim Assad , yang dengan terang-terangan perang melawan rakyat Suriah. dan kegagalan terbesar daripada itu semua adalah dalam menunggangi revolusi Mesir dan Libya dan Yaman, dan eksploitasinya. kemudian kegagalan ekonomi, yang terlihat dalam pengepungan proyek Ekonomi yang diawasi oleh Garda Revolusi Iran, dan sanksi yang dikenakan pada para pemimpin penjaga Revolusi, kemudian kegagalan dalam mencapai rencana kudeta dan revolusi di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
adapun Di tingkat internal maka ada puluhan krisis internal yang krusial dan yang disebabkan oleh fanatik rezim Iran terhadap ja’fariyahnya, dan yang menindas/menganiaya etnis dan komunitas lain dari bangsa Arab, Baluchis, dan Uzbek, sebagaimana rezim sectarian ini mengalokasikan sebagian besar pendapatan minyaknya dalam rangka ekspor revolusi Iran dan proyek-proyek lain yang berhubungan dengannya, sementara di waktu yang sama ia meninggalkan proyek infrastruktur tanpa pembangunan dan pengembangan. dan banyak wilayah Iran mengeluhkan masalah-masalah sosial, ekonomi, pembangunan, kemiskinan dan tingkat pengangguran melebihi rasio dunia, dan masalah narkoba dan anak jalanan karena pernikahan mut’ah yang tidak tersentuh oleh solusi dan penanganan, belum lagi konflik yang terus meningkat hingga menjadi bentrokan terbuka antara Ahmadinejad dan Ali Khamenei, yang memasuki tahap keretakan dan mematahkan tulang punggung. Kemudian masalah masalah Iran dalam rupa tanda-tanda pemberontakan internal mengikut arus “musim semi Arab” untuk menggulingkan Negara wilayah al-Faqih, yang diciptakan oleh Khomeini, dan dijadikan dasar revolusinya,.
Iran sekarang tahu dengan pasti bahwa situasi internasional dan regional telah berubah dan bahwa aturan berurusan dengan file-file Timur Tengah telah berubah banyak setara setelah “Musim Semi Arab”, dan tahu betul bahwa peran mereka yang dulu dalam meneror wilayah dan mengintimidasinya, serta campur tangan dalam urusannya dan mengerahkan mata-mata dan kaki tangan mereka mereka dalam negara-negara itu ini tidak lagi berguna, sehingga mereka mencoba untuk mendorong dirinya untuk ke depan melalui beberapa langkah Pertunjukan kuno yang merenovasi popularitasnya dan popularitas Garda Revolusi yang sudah runtuh karena revolusi Suriah dan Bahrain, dan ini sendiri adalah satu bentuk kebangkrutan politik dan kurangnya kepintaran dalam menindaklanjuti masa setelah Musim Semi Arab, dan lemahnya perkembangan kinerjanya selama krisis hukuman berturut-turut yang menyakitkan yang dikenakan dan akan dikenakan pada mereka.
Iran sekarang dalam fase-sensitif dan berbahaya karena kebangkrutan, dan keras kepalanya dalam memainkan peran untuk menakut-nakuti kawasan timur tengah, yang meneror Negara-negara tetangga, yang memaksa intervensi dalam urusan negara-negara tetangga, sehingga kita menemukannya menggerakkan para pemberontak syiah Khutsiyyiin menyerang kubu sunni Salafi di Yaman dan mengepung selama lebih dari sebulan dan mengebom sekolah -sekolah sekolah hadits disana. Sepertinya mereka membalas dendam terhadap Salafi dan memerangi mereka karena untuk madzhab, sedangkan yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh para ahli yang mendalami karakter pemikiran dan kebijakan Iran bahwa serangan itu untuk membuka jalur strategi di Laut Merah, yang bisa memungkinkan Iran untuk bernapas dan bisa bergerak pada saat mengalami tekanan eksternal dan blokade laut di Laut Arab dan Samudra Hindia, dalam rangka mengambil keuntungan dari situasi Yaman dalam pembentukan emirat Syiah Ravidah dan kantong Iran di tempat yang strategis dan penting di dunia ini.
Apapun motif dari serangan Iran di Kedutaan Besar Inggris, maka insiden itu merupakan kegagalan baru Iran setelah serangkaian kegagalan akhir-akhir ini dan menyatakan dengan jelas bahwa ada kebangkrutan politik Iran. Dan pikiran yang tidak berkembang di iran hari ini yang mengindikasikan mulai redupnya mitos yang dibuat oleh barat dengan tipu muslihatnya, dan dengan jahlnya Arab dan keluguannya serta ketulusan hatinya.
****************
( Rabu 30 November 2011, http://www.islammemo.cc/Tkarer/Tkareer/2011/11/30/139034.html )