HIKMAH DARI KISAH PENYEMBELIHAN ISMAIL ‘alaihissalam
Oleh: Ustadz Abdul Aziz SKM.
Kisah Nabiyullah Ibrahim -Alaihisalam- beserta putranya Nabiyullah Ismail -Alaihisalam- adalah kisah yang teramat agung. Allah -Alaihisalam- menjadikannya sebagai kisah yang abadi dan diteladani oleh umat manusia, sehingga Allah -Alaihisalam- mengabadikannya dalam al Qur’an. Allah -Alaihisalam- berfirman dalam surat ash-Shaffaat ayat 108,
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”
Oleh karena itu, manusia senantiasa mendoakan kesejahteraan kepadanya dan keluarganya dari masa ke masa. Allah -Subhanahu wa ta’ala- mengatakannya dalam kelanjutan ayat tersebut surat ash-Shaffaat ayat 109,
سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.“
Di antara kisah yang memberikan banyak hikmah untuk umat manusia adalah kisah penyembelihan Nabi Ismail ïµ. Allah -Subhanahu wa ta’ala- mengabadikan hal ini dalam surat ash-Shaffaat ayat 99 – 107, artinya:
“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku, Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ), Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.“
Ibnu Katsir -Rahimahullah-ª menjelaskan mengenai penggalan kisah ini dalam kitabnya yang berjudul QISHASHUL ANBIYA. Beliau mengatakan :
Allah -Subhanahu wa ta’ala- menceritakan tentang kekasih-Nya, Ibrahim -Alaihi wa salam-, yaitu setelah Ibrahim -Alaihisalam- hijrah dari negeri kaumnya. Ia meminta Tuhannya agar Dia mengaruniakan kepadanya seorang anak yang shaleh. Maka Allah -Subhanahu wa ta’ala- memberikan kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang sabar, yaitu Ismail -Alaihisalam-. Ia adalah putranya yang pertama kali lahir di awal usianya yang kedelapan puluh enam tahun. Dan yang demikian itu tidak ada pertentangan di antara para penganut semua agama.
Firman-Nya,
“Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim“,
yaitu sudah semakin besar dan mampu berusaha memenuhi kepentingannya sebagaimana halnya ayahnya. Berkenaan dengan ayat ini Mujahid berkata, yaitu ia semakin besar dan pergi dan mampu mengerjakan pekerjaan dan usaha ayahnya. Pada saat itulah Ibrahim bermimpi diperintah Allah -Subhanahu wa ta’ala- untuk menyembelih puteranya ini. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas-Radiallahuanhu-¤ disebutkan bahwa mimpi para nabi itu adalah wahyu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ubaid bin Umair.
Yang demikian itu merupakan ujian dari Allah -Subhanahu wa ta’ala- untuk kekasih-Nya, Ibrahim -Alaihisalam-, yaitu perintah untuk menyembelih anak yang mulia yang lahir ketika ia sudah berusia tua. Setelah sebelumnya ia diperintahkan untuk meninggalkan puteranya itu tinggal di tempat yang sunyi, di sebuah lembah yang tidak ada rumput dan tidak juga manusia, tanaman maupun binatang, yaitu lembah Makkah
Maka Ibrahim -Alaihisalam- pun melaksanakan perintah tersebut dengan baik dan meninggalkan keduanya di sana dengan penuh keyakinan kepada Allah -Subhanahu wa ta’la- dan berserah diri kepada-Nya. Sehingga Dia pun memberikan jalan keluar dan kemudahan bagi mereka berdua, serta memberikan rejeki kepada keduanya dari arah yang tidak mereka duga sebelumnya.
Setelah itu, Allah -Subhanahu wa ta’ala- memerintahkan Ibrahim ïµ menyembelih putera kesayangannya. Hanya ia yang diperintah Allah -Subhanahu wa ta’ala- untuk melakukan hal tersebut. Ia pun memenuhi dan melaksanakan perintah-Nya dengan penuh ketaatan. Kemudian Ibrahim -Alaihisalam- menjelaskan hal itu kepada puteranya agar hatinya mau menerimanya dengan penuh keridhaan sehingga tidak perlu menggunakan pemaksaan.
“Ibrahim berkata: hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmua. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!“
Maka puteranya yang sabar itu segera memenuhi dan membahagiakan ayahnya, Ibrahim -Alaihisalam-. Dimana ia berkata,
“Hai Bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar.”
Sungguh jawaban mengagumkan dari seorang anak yang berbakti kepada orang tua dan taat kepada Tuhannya.
Maka Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman,
“Ketika keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya“.
Ada yang mengatakan, aslamaa berarti menyerahkan diri kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala- dan bertekad kuat untuk berbuat. Tallahu lil jabin berarti membaringkan di atas wajahnya. Ada yang mengemukakan bahwa Ibrahim -Alaihisalam- hendak menyembelih Ismail ïµ pada bagian belakang kepalanya agar ia tidak melihat ketika ia menyembelihnya. Demikian ini dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubari, Qatadah dan Ad-Dhahak. Ada juga yang mengatakan, tetapi justru Ibrahim -Alaihsalam- membaringkannya seperti dibaringkannya hewan sembelihan dengan dahi melekat pada tanah.
As-Sa’di dan juga ulama lainnya mengatakan, Ibrahim ïµ menggoreskan pedangnya pada lehernya tetapi tidak melukai sedikit pun. Ada juga yang mengatakan, di antara pedang dan lehernya itu diberi pemisah lempengan logam. Wallahua’lam!
Pada saat itu, Allah -Subhanahu wa ta’ala- berseru,
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu.“
Artinya, maksud dari ujianmu ini telah tercapai. Dan engkau telah dengan segera memenuhi perintah Tuhanmu, serta engkau ikhlaskan anakmu sebagai korban, sebagaimana engkau juga telah memperkenankan badanmu disentuh api, dan sebagaimana kekayaanmu telah engkau keluarkan untuk dua tamu. Oleh karena itu, Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman,
“Sesungguhnya yang demikian ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (ash-Shaffaat: 106)
Dan firman-Nya,
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.“
Maksudnya, Kami (Allah -Subhanahu wa ta’ala-) mengganti penyembelihan putranya dengan sesuatu yang lebih mudah baginya.
HIKMAH PERISTIWA INI BAGI NABIULLAH IBRAHIM -Alaihi salam-
As Sa’di ketika menjelaskan firman Allah -Subhanahu wa ta’ala-, “Sesungguhnya yang demikian ini benar-benar suatu ujian yang nyata“ mengatakan bahwa sesungguhnya ini adalah ujian yang nyata, yang menjelaskan kesucian hati Ibrahim -Alaihisalam-, kesempurnaan cintanya kepada Tuhan dan Kekasihnya. Hal itu terjadi ketika Allah -Subhanahu wa ta’ala- telah mengaruniakannya seorang anak yang bernama Ismail -Alaihisalam-, maka ia mencintai putranya teramat sangat, padahal ia adalah khaliilurrahmaan (kekasih Ar-Rahmaan), yaitu suatu kedudukan yang menuntut tidak adanya yang dicintai selain-Nya dan mendatangkan konsekuensi bahwa seluruh bagian yang ada di hatinya hanya bergantung kepada yang dicintai, yaitu Allah -Subhanahu wa ta’ala-.
Maka ketika sebagian dari hati Ibrahim -Alaihisalam- tertambat kepada puteranya Ismail -Alaihisalam-, Allah -Subhanahu wa ta’ala- ingin menyucikan hati Ibrahim -Alaihisalam- dan menguji cintanya. Oleh karena itu, Allah -Subhanahu wa ta’ala- memerintahkannya untuk menyembelih orang yang telah menyibukkan hati Ibrahim -Alaihisalam- dari mencintai Allah -Subhanahu wa ta’ala-.
Ketika Ibrahim -Alaihisalam- lebih mendahulukan cintanya kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala- daripada hawa nafsunya berupa cinta kepada puteranya dan hilang kesibukan hatinya dari mencintai selain-Nya, maka penyembelihan puteranya tidak lagi memberikan manfaat. Oleh karena itu, Allah -Subhanahu wa ta’ala- menebusnya dengan suatu tebusan yang baik berupa binatang sembelihan yang besar sebagaimana firman-Nya,
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.“
HIKMAH PERISTIWA INI BAGI KAUM MUSLIMIN
Peristiwa ini tentu memberikan pelajaran yang sangat besar bagi kaum muslimin. Di antara hikmah dari peristiwa ini adalah :
-
Kaum muslimin akan mendapatkan cinta Allah-Subhanahu wa ta’ala- jika ia mengikuti jalan Nabiyullah Ibrahim -Alaihisalam- dengan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah-Subhanahu wa ta’ala-, tidak untuk anak yang merupakan belahan jiwa, apalagi dunia yang bersifat fana. Oleh karena itu, Allah-Subhanahu wa ta’ala- berfirman kepada Nabi Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam-² dalam surat an nahl ayat 123:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.“
-
Kaum muslimin harus mendekatkan diri kepada Allah-Subhanahu wa ta’ala- dengan berkurban, sebagaimana Allah-Subhanahu wa ta’ala- berfirman, artinya:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.“ (QS. Al-Kautsar: 2)
dan firman-Nya, artinya:
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, dan demikian itulah diperintahkan kepadaku dan aku orang yang pertama kali berserah diri.“ (QS. Al-An’am: 162-163)
Yang dimaksud dengan ibadah pada ayat ini adalah penyembelihan hewan kurban karena untuk mendekatkan diri kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala-. Dan inilah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim -Alaihisalam- yang berusaha mendekat kepada-Nya dengan mengorbankan putera kesayangannya. [*]
Refrensi :
-
Al Quran Al Karim
-
Tafsir Taisiir Kaliimirrahmaan
-
Qishashul Anbiyaa’
-
Minhajul Muslim