Agus Hasan Bashori
(Penasehat Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia/MIUMI Malang Raya)
Mengingat penderitaan yang dialami oleh 10 juta Muslim Rohingnya di Myanmar setiap hari, sepanjang dua abad lebih lamanya, dan mengingat “bisunya†media dan dunia terhadap tragedy kemanusiaan yang mereka alami, dan mengingat ribuan muslim Rohingnya telah sampai di Indonesia, maka kami mencoba menulis tentang sejarah tragedy yang dialami umat islam Rohingnya dengan harapan agar semakin banyak orang yang mengerti tentang apa yang “dilupakan dan ditutup-tutupi” selama ini.
Sekilas tentang Burma
Burma, nama resmi negaranya adalah Republic Uni Myanmar, salah satu negara ASEAN yang berbatasan dengan China (sebelah Timur Laut), India dan Bangladesh (sebelah Barat Laut, Laos dan Thailand (sebelah Timur), dan Teluk Bengal dan Samudra Hindia (sebelah selatan). Penduduk Burma terdiri dari banyak suku dan bahasa. Mayoritas mereka berbicara dengan bahasa Burmaniyyah dan orangnya disebut Burman, sementara sisanya berbicara dengan bahasa yang macam-macam. Diantara etnis yang menjadi penduduk Burma adalah Arakan. Mereka tinggal di bagian selatan dari dataran tinggi Arakan yang luasnya adalah 120.000 mil2. Juga ada etnis Kasyin. Di tempat yang “terpencil” inilah Islam berkembang.
Islam masuk Burma
Islam masuk Arakan sejak abad pertama Hijriyyah, zaman sahabat Nabi SAW, 1400 tahun yang lalu. Islam masuk dibawa oleh para pedagang Arab pimpinan Waqqash bin Malik RA dan sejumlah tokoh Tabi’iin. Mereka berdagang, tetapi mereka adalah para da’i yang menyebarkan agama islam karena didik Nabi SAW untuk menyampaikan dari Nabi walaupun satu ayat (Ballighu ‘anni walaw ayah), atau untuk menyampaikan satu hadits Nabi SAW (fal yubaligh al-Syahidu al-Ghaiba).
Suatu hari kapal yang mereka tumpangi pecah di tengah Teluk Bengal dekat dengan pantai Arakan, maka mereka terpaksa merapat ke Pulau Rahambri di Arakan. Setelah itu mereka bertempat tinggal di Arakan, menikah dengan putri-putri dari penduduk asli Arakan dan mulailah mereka berdakwah dengan hikmah dan mauizhah.
Kemudian gelombang kedua, Islam dibawa oleh para pedagang Arab Muslim pada abad kedua Hijriyah, tahun 172 H/788 M di masa Khalifah Harun al-Rasyid. Mereka singgah di Pelabuhan Akyab Ibukota Arakan. Maka Islam pun menyebar dari sana memberikan hidayah dan cahaya ilmu.
Negara islam Arakan
Umat Islam terus berkembang di Arakan hingga berdirilah Kerajaan Islam oleh Sultan Sulaiman Syah dan berlanjut hingga 3,5 abad lamanya (1430- 1784 M), dipimpin oleh 48 raja Islam, dan berakhir dengan Raja Sulaim Syah. Kemudian kerajaan Islam runtuh oleh serbuan umat Budha tahun 1784 M.
Sekarang Islam telah tersebar di seluruh Burma dengan jumlah sekitar 10 juta muslim, yang 4 juta tinggal di Arakan yang merupakan 75-90% dari penduduk Arakan dan 20% dari keseluruhan penduduk Republik Kesatuan Myanmar (sekitar 50 juta jiwa). Dari jumlah itu sekitar 2 juta muslim dari suku Rohingnya hidup terlunta-lunta di seluruh dunia untuk mencari kehidupan.
Tragedi Muslim Rohingnya yang berkepanjangan
Kesengsaraan umat islam dimulai tahun 1784 M ditangan Raja Budha “Budha Bayah Arakanâ€, dengan digabungkannya Arakan ke negara Burma. Banyak peninggalan Islam seperti masjid dan madrasah dihancurkan. Banyak ulama dan da’i dibunuh. Ini terus berlanjut hingga datang penjajah Inggris tahun 1824 M dan dimasukkannya arakan ke wilayah India selama 100 tahun. Kemudian tahun 1937 M, Inggris menjadikan Arakan sebagai negara persemakmuran dengan nama Pemerintah Burma Brithaniyah.
Tahun 1942, umat Islam dibantai oleh umat Budha al-Magh dengan kejam setelah mereka mendapatkan senjata dari Budha Burman. Lebih dari 150.000 muslim tewas, dan ratusan ribu mengungsi.
Tahun 1947 menjelang kemerdekaan Burma semua elemen masyarakat diundang untuk konferensi persiapan kemerdekaan, kecuali umat Islam (Rohingnya), sengaja disingkirkan. Tahun 1948 Inggris memberikan kemerdekaan kepada Burma dengan syarat semua etnis diberikan kemerdekaan setelah 10 tahun jika mereka menginginkan.
Setelah merdeka, Bangsa Burman mengkhianati perjanjian, dengan tetap menjajah Arakan dan melakukan berbagai macam kekejaman hingga hari ini.
Sejak 1942 hingga 2000 M saja mereka melakukan pembersihan etnis muslim (Genosida) sebanyak 19 kali, Adapun pengusiran dari tahun 1962 (Junta Militer) hingga 1991 maka lebih dari 6 kali, 1,5 juta terusir. Tahun 1978 lebih dari 300.000 muslim terusir ke Bangladesh.
Tahun 1982 melalui undang-undang baru menggantikan undang-undang tahun 1948 kewarganegaraan umat Islam dicabut dengan alsan mereka tinggal di Burma setelah tahun 1824 (tahun masuknya penjajah Inggris ke Burma) meskipun fakta dan sejarah mendustakan dakwaan itu. Tahun 1991 M, sebanyak 300.000 muslim terusir lagi ke Bangladesh.
Sedangkan yang tersisa wajib mengikuti politik pembasmian etnis dan program KB (Keluarga Berencana) yaitu wanita muslimah tidak boleh menikah di bawah usia 25 tahun sedangkan laki-laki Muslim tidak boleh menikah kurang dari 30 tahun. Apabila muslimah hamil maka wajib diperiksakan ke kantor Pasukan Kemanan Perbatasan (Nasaka) untuk difoto dengan membuka perutnya setiap bulannya hingga melahirkan. Dan setiap kali periksa harus membayar biaya yang besar. Ini belum lagi dengan perkosaan hingga sebagian muslimah meninggal karena perkosaan, dan larangan muslim masuk perguruan tinggi.
Tahun 1988, pemerintah membuat desa percontohan, di utara Arakan hingga keluarga Budha bisa menetap di daerah ini. Lalu dikeluarkanlah larangan membangun masjid baru, dan larangan merenovasi masjid lama, dan penghancuran masjid yang dibangun atau direnovasi 10 tahun terakhir. Maka dihancurkanlah puluhan masji dan pusat-pusat pendidikan Islam dan dipenjarakan ratusan ulama dan santri.
Alhamdulillah, dengan sampainya gelombang pengungsi muslim Rohingnya di Indonesia Mei 2015, maka babak baru dimulai dan Muslim Rohingnya memiliki harapan baru setelah buntu selama 2 abad lebih.
Artikel ini dimuat di koran Malang Post edisi Jum’at 22 Mei 2015