PERMAINAN INTELIJEN ASING DI TOLIKARA, PAPUA

Papua Teror

Oleh : M Arief Pranoto (Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Sebuah analisa berbasis geopolitik dikatakan canggih dan “bergizi” ketika suguhan rekomnya, selain bisa membaca trend ancaman dan lingkungan yang berkembang, ia juga mampu mengendus penerapan geostrategi lawan (asing) yang sedang dijalankan terhadap negeri sendiri, kemudian membuat antisipasi-antisipasi/kontra demi Kepentingan Nasional RI (KENARI).

Dalam kajian geopolitik, tidak akan dibahas secara detail fakta yang berserak seperti —dalam kasus Tolikara. Terbitnya surat dari persekutuan gereja injil (GIDI) sebelumnya, atau masalah speker mesjid yang dijadikan ‘kambing hitam’ dsb.

Itu data dan fakta semenjak dulu ada, nyata dan berada. Geopolitik cenderung mencermati pola-pola dan modus kolonialisme dari berbagai kejadian sebelumnya.

Terkait pro-kontra peristiwa di Tolikara, hal tersebut dapat dibaca bahwa ada pihak ketiga bermain (asing). Inilah “penumpang gelap” di atas fakta-fakta dimaksud.

Skenario yang diinginkan adalah konflik komunal antar-umat beragama di Papua. Itulah tebaran isue sebagai awal, atau langkah permulaan.

Agenda lanjutan niscaya KONFLIK HORIZONTAL antara penganut kristen versus muslim yang bersifat meluas, dan ketika telah muncul kerusuhan sosial bermotif SARA maka akan dimunculkan stigma bahwa telah terjadi INTOLERANSI, atau maraknya tirani mayoritas di Papua, dan lain-lain.

Agenda berikut ialah hadirnya pasukan asing (baret biru/pasukan PBB) di Bumi Cendrawasih

ini kerap terjadi di berbagai negara, dimana ujungnya adalah REFERENDUM.

Jika seperti ini skenarionya, maka akan lepaslah Papua dari Bumi Pertiwi jika umat muslim terbawa larut oleh ‘skema asing’ sedangkan hidden agenda (agenda tersembunyi) malah tak terpantau, yaitu mereka ingin secara total menguasai sumberdaya alam (SDA) dengan lepasnya Papua dari NKRI via referendum.

Pola-pola semacam ini pernah sukses di Timor Timur (Tim-Tim), sehingga akhirnya Tim-Tim pun lepas dari bingkai NKRI. History repeat itself. Sejarah berulang meski aktor dan kemasan berbeda.

Apabila Tim-Tim dulu lepas akibat anak bangsa ini terlarut dalam isue HAM yang ditebarkan asing, akankah Papua juga bakalan lepas karena agenda intoleransi jika (“radikalisme”) muslim marak serta berbondong menggempur Tolikara dan tempat-tempat lainnya?

Itu semua, tergantung bagaimana para tokoh agama, tokoh masyarakat, para elit, kaum intelektual, dll menyikapi secara cerdas dan bijak, bahwa insiden Tolikara adalah mainan cantik intelijen asing.

Apakah kalian kira konflik lokal (Tolikara) itu berdiri tunggal sebagai fenomena sosial? Ingat! Dalam keadaan tertentu, “Konflik lokal merupakan bagian dari konflik global.”

Pertanyaannya sederhana, seandainya Papua cuma penghasil koteka dan akik paparaja, mungkinkah akan meletus insiden Tolikara?

Sekali lagi, seandainya kemarin tak ditemukan potensi besar minyak di Celah Timor, akankah marak isue HAM di Tim-Tim dulu?

Waspadalah bangsaku! Indonesia kini dan (mungkin) kedepan, tengah dijadikan ajang proxy war (medan tempur) melalui peperangan non militer (asymmetric warfare) oleh para adidaya global dan aktor-aktor non negara yang menginginkan SDA negeri ini jatuh dalam genggam mereka via nir-militer, sementara sebagian anak bangsa ini justru tidak menyadari sebab cuma gaduh pada permainan-permainan di hilir persoalan bangsa.

Sungguh menyedihkan!

Sumber : http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=17901&type=4

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *