Senin, 22 Rabiul Awal 1436 H/ 12 Januari 2015, pemuda PERSIS Kabupaten Garut bekerja sama dengan MIUMI menggelar seminar pemikiran untuk kaum muslimin Garut. Acara diadakan di Gedung Serbaguna Islamic Center Garut. Acara dihadiri oleh 700-an aktifis muslim, bapak bapak dan ibu ibu. Sesi pertama dilakukan setelah dhuhur dengan pemateri Dr. Jeje Zainuddin, Kepala Bidang Pengembangan Dakwah PP PERSIS, pengurus Dewan Dakwah Islam Jakarta dan MIUMI Pusat, menyampaikan orasinya tentang bahaya liberalisme dalam pemikiran dan prilaku, serta fenomena-fenomena lemahnya peran keluarga muslim dalam menghadapi pengaruh teknologi dan skularisme.
Berikut pemaparan beliau,
Ketahanan umat intinya di keluarga, sekarang keluarga muslim sekuat apa?? dengan melihat fakta, dari 2.200.000 perkawinan. Pasangan muslim yang cerai 12% atau 264 ribu, rata-rata 80% yang usia perkawinan di bawah umur, baru punya anak satu atau dua sudah cerai. Berarti itu ada 500.000 anak muslim terlantar pertahun.
Penyebabnya apa..?
Gugat cerai karena Liberalisme , kesetaraan jender, & yang kedua, ternyata penyebabnya kita tidak melakukan bimbingan sebelum nikah, begitu pula paska nikah tidak ada pendampingan, secara aturan UU Perkawinan harus dilakukan , maka faktor penyebab berikutnya Depag tidak berfungsi.
***
Dilanjutkan oleh ibu Ratna Subagyo, M.Psi., aktifis muslimah dan pengurus MIUMI pusat bidang kewanitaan, menyampaikan tentang bahaya liberalisme dan feminisme dengan angka-angka dan data.
Ibu ratna mengawali ceramahnya dengan menyambung apa yang disampaikan oleh Ustadz Jeje soal tingginya angka perceraian keluarga muslim di Garut dan tingkat nasional. Tingginya angka perceraian dikaitkan dengan program kesetaraan jender. Disebutkan bahwa diantara bahaya program kesetaraan jender adalah menolak aturan-aturan syariat misalnya wanita berhak untuk tidak mau hamil dan boleh aborsi. Mereka membolehkan aborsi berlindung dibelakang fatwa MUI, padahal fatwa MUI sangat ketat.
Menurut kesetaraan jender wanita yang tidak nyaman hamil boleh Aborsi anak , misalnya anak yg tidak diinginkan.
Begitu pula Konsep kesehatan reproduksi, yang dilakukan di pos-pos kesehatan, dimanfaatkan untuk sosialisasi bahwa wanita yang tidak nyaman hamil boleh aborsi. Dan dalam Hubungan suami istri boleh menuntut ke pengadilan jika merasa dipaksa atau diperkosa oleh suami. Apakah tingginya khuluk gugat cerai ada kaitannya dengan tingginya angka perceraian? Bisa jadi iya.
Belum lagi konsep mandirinya mereka  pemberdayaan perempuan menurut konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimantion Against Women) yang sudah diratifikasi oleh negara Indonesia bahwa perempuan yang berdaya adalah perempuan yg bekerja. Buruh pabrik adalah perempuan yang berdaya, sedang ibu rumah tangga adalah perempuan yang tidak berdaya. Di Amerika aturan yang kacau ini sudah dilaksanakan. Di Indonesia membawa dampak yang laki-laki tidak terserap dalam dunia kerja,disebabkan banyak lapangan pekerjaan sudah diisi oleh tenaga kerja perempuan, maka laki-laki di rumah. Termasuk TKI ke luar negri, perempuan keluar rumah dan keluar negri sedang laki-laki di rumah.
Sinetron “Tetangga Kok Gitu”, ini merubah imaginasi kita tentang konstruksi keluarga, Ayah memasak, minta uang sama istri. Ini lewat penyebaran faham feminisme lewat tontonan. Selain itu yang merusak adalah pengertian tentang keluarga, kalau dalam Islam dan menurut manusia normal yang namanya keluarga adalah ayah, ibu, dan anak. Namun di barat, laki-laki menikah dengan laki-laki kemudian ditambah anak angkat maka itu sudah disebut keluarga. inilah keluarga di Amerika, bahkan tuker-tukeran istri juga bagian dari konsep keluarga menurut mereka.
Di kita masalah ini bukan dalam tataran konsep saja tapi sudah sampai di perundang undangan. Konsep tafsir al-Quran pun sudah dimasuki, misal mereka mengatakan “Konsep islam paling bias jender”, yg boleh jadi imam, saksi, kepemimpjnan hanya laki-laki. Waris laki-laki dua kali waris perempuan. Lahir buku-buku di UIN: Tafsir Dalam Perspektif Jender dan Tafsir Homoseksual. Menurut mereka, kaum Nabi Luth Yang dihukum adalah karena prilakunya bukan orientasinya, yaitu Prilaku sodominya bukan homo seksualnya.
Kami dari aliansi cinta keluarga sangat prihatin atas tingginya kasus HIV.
Di Garut ada 632 kasus HIV thn 2010, lebih dari 100 kasus korbannya adalah ibu rumah tangga. Pertama kali HIV ditemukan pada gay di Losanggles, juga di Indonesia, pertama kali HIV ditemukan di kalangan gay/ homo. Solusi bukan kondomisasi tapi pendidikan agama bahwa itu haram dan keji.
Nama HIV ini awalnya adalah grid lalu diubah menjadi HIV, lalu dirubah jadi AIDS. Bahkan katanya, monyet Afrika adalah pembawa virus AIDS. Kasihan monyet jadi kambing hitam.
Acara seminar kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab yang diikuti dengan sangat antusias dan bermanfaat.
Kemudian istirahat untuk shalat asar.
***
bagian yg kedua, setelah Ashar..
SEMINAR PEMIKIRAN TENTANG LIBERALISME, ALIRAN SESAT DAN SYIAH
suasana saat bubar
***