Sesat dan Syirik, Orang yang Meminta-Minta Pada Orang Shalih yang Meninggal atau Orang Shalih yang Ghaib (Bag-1)

Oleh:

Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.

Masih banyak orang islam yang tidak menyadari bahwa berdoa kepada orang yang sudah meninggal atau orang hidup yang ghaib adalah sesat dan  syirik, padahal agama Islam adalah satu-satunya agama tauhid. Oleh karena itu makalah singkat ini kita muat agar menjadi maklum bahwa islam bisa batal jika kita syirik kepada Allah apakah syirik doa, atau syirik taat atau syirik hukum atau  syirik rububiyyah.

Bid’ah berdoa kepada selain Allah ada 3 tingkatan[1]:

  1. Meminta hajat, langsung kepada mayyit atau beristighatsah kepadanya. Ini sejenis dengan penyembahan kepada berhala. Oleh karena itu setan menampakkan diri dalam bentuk mayyit atau orang yang ghaib sebagaimana ia menampakkan diri pada penyembah patung. Bahkan akar penyembahan berhala adalah penyembahan kepada kuburan sebagaimana kata Ibnu Abbas dan lainnya. Salah seorang mereka melihat kuburan terbelah dan keluarlah mayit dari dalamnya lalu penyembahnya menjabat tangannya atau mendekapnya atau berbicara dengannya. Itu adalah setan yang menampakkan wujud seperti mayyit tersebut. Ini banyak terjadi di kuburan kaum shalih. Adapun sujud kepada mayyit atau kuburan maka itu lebih besar lagi. Begitu pula menciumi kuburan, perbuatan itu bid’ah dan mendatangkan murka Allah, bukan keberkahan.
  2. Menyangka bahwa doa di kuburan mustajab atau afdhal dari pada doa di masjid atau di rumah, sehingga ia sengaja mendatangi kuburan untuk itu dan untuk shalat di sana, atau untuk meminta hajat dari padanya. Ini termasuk kemunkaran yang bid’ah berdasarkan kesepakatan para imam kaum muslimin. Ini diharamkan. Dan syaikhul Islam berkata: saya tidak mengetahui adanya khilaf dalam hal ini.
  3. Meminta kepada mayyit agar mayyit memintakan kepada Allah untuk dirinya. Ini adalah bid’ah menurut kesepakatan para imam  kaum muslminin, dan menjadi sarana menuju syirik.

Telah berijma’ para sahabat dan tabi’in dan seluruh ulama kaum muslimin bahwa tidak ada seorang pun dari mereka yang meminta kepada Nabi i setelah wafat beliau supaya beliau memberi syafaat, atau meminta sesuatu kepada beliau. Tidak ada seorang ulama’ pun yang menyebutkan di kitab mereka, akan tetapi itu disebutkan oleh sebagian  mutaakhkhiril fuqaha`, dan mereka meriwayatkan hikayat palsu dan terputus sanadnya sebab perawinya  Muhammad bin Humaid al-Razi wafat 248 H, sementara imam Malik yang  (w.179 H) berdialog dengan khalifah Abu Ja’far (w. 158 H). lalu di situ dikisahkan abu Ja’far bertanya kepada imam Malik: apakah saya menghadap kiblat dan berdoa (atau berdoa menghadap kuburan Rasul i membelakangi kiblat? Lalu Malik berkata: dia wasilahmu dan wasilah ayahmu Adam kepada Allah di hari kiamat. Tetapi menghadaplah kepada kuburan dan mintalah syafaat (kepada Allah) dengannya pasti Allah memberikan syafaat kepada kamu.”[2] Ini dusta atas imam Malik, bertentangan dengan ucapan-ucapan Imam Malik, ucapan para sahabat dan para tabi’in serta perbuatan imam malik dan perbuatan para sahabat dan tabi’in. jika tidak seorang pun dari mereka berdoa dengan menghadap kuburan[3] apalagi berisytisyfa`  (meminta kesembuhan) dengan mengatakan:

“Wahai Rasulullah berilah syafaat untukku”, atau “berdoalah untukku”
Ini bukan sunnah sahabat, tabi’in dan imam madhzab empat tapi sunnah nashora dan kaum musyrik lainnya.

Syirik doa:
 Allah melarang kita berdoa kepada selain Allah

وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا

“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu berdoa (menyembah) seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin: 18)

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ

“yang demikian itu, adalah karena Sesungguhnya Allah, Dialah (tuhan) yang haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru (mereka panjatkan doa/mereka sembah) selain dari Allah, adalah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. Al-Haj: 62)
–  Berdoa kepada orang shalih mayyit (Buna Mariam dan Nabi Uzair) dan kepada Orang shalih hidup yang ghaib (Nabi Isa) adalah sesat, sama dengan menyembah mereka:

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ (٥)

وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ (٦

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru/menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?
Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan (ibadah) mereka.” (QS. Al-Ahqaaf: 5-6)
Tolong renungkan bagaimana Allah menyebut berdoa kepada selain Allah itu sebagai sesat! Kemudian di akhir ayat disebut sebagai ibadah mereka! ((QS. Al-Ahqaaf: 5-6)
Tahukan para pembaca siapa yang dimaksud dengan selain Allah dalam dua ayat di atas?  Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Imam Mujahid bahwa ayat-ayat ini turun untuk orang-orang yang berdoa kepada Isa, Maryam dan Uzair; yaitu orang shalih yang wafat atau ghaib. Yang wafat seperti Maryam dan Uzair, dan yang ghaib adalah Isa, karena diangkat ke langit. Allah I menyebut “doa kepada mereka” adalah syirik dan orang-orangnya disebut musyrik[4].
–  Syubhat dan jawaban:
Ada Orang yang membolehkan meminta kepada ahli kubur (orang mati) mengatakan: memang meminta kepada orang mati itu syirik, tapi dengan syarat: kalau dia berkeyakinan bahwa orang mati itu bisa memberi manfaat dan mudharat secara tersendiri tanpa Allah.
Jawab:
(1) Syarat ini tidak ada di dalam al-Quran, juga tidak ada dalam hadits, tetapi yang ada “siapa yang berdoa kepada mayyit atau ghaib selain Allah maka telah syirik karena doa adalah ibadah dan mengarahkan ibadah kepada makhluk adalah syirik. (2) meyakini selain Allah sebagai”Nafi'(member manfaat) dan Dhaar (member mudharat)” adalah syirik tersendiri meskipun tanpa berdoa kepadanya. Sebagaimana Ucapan Imam Syafi’I j tentang bintang:

“Adapun oraang yang berkata: kami diberi hujan dengan bintang ini dan ini, seperti apa yang dilakukan oleh sebagian ahli syirik, maksudnya adalah menisbatkan hujan itu kepada bintang bahwa bintang itu yang member hujan maka ini adalah kufur sebagaimana sabda Rasulullah i. karena (kemunculan) bintang adalah waktu dan waktu adalah makhluk tidak memiliki untuk dirinya juga tidak untuk selainnya, dia tidak bisa member hujan dan tidak bisa melakukan sesuatu.” (al-Umm, Imam Syafi’I 1/288)
Jadi tanpa berdoa kepada mayyit pun kalau meyakini mayyit bisa member manfaat yang syirik.
(3) Syarat yang ditetapkan oleh Allah dalam doa yang bersifat syirik adalah Duniyyah (min dunillah) yaitu selain Allah, bukan keyakinan tadi. Keyakinan tadi adalah syirik tersendiri.
(4) imam Mujahid murid Imam Ibnu Abbas d menafsiri firman Allah al-Ahqaf 5-6 bahwa orang yang berdoa kepada Bunda Mariam dan Uzair (orang shalih meninggal) dan Nabi Isa (Orang shalih ghaib) adalah sesat dan syirik.

–  Syubhat dan jawaban:
Orang yang membolehkan berdoa kepada mayit atau ghaib beralasan dengan kiyas pada “ta’awun dengan sesama orang hidup” seperti sahabat meminta kepada Rasulullah i saat beliau hidup.
diJawab:
(1)  Allah mengharamkan dan menghalalkan apa yang dia kehendaki. Dia membolehkan saling menolong sesama orang hidup[5] dan menghukumi syirik jika meminta kepada orang mati atau ghaib. Maka kita tidak boleh mengkiaskannya. La qiyas ma’a an-Nash. Tetapi kita katakana sami’na wa atha’na!
(2)  Kemudian, tidak pernah ada seorang nabi atau orang shalih disembah saat hidup di hadapannya, karena dia akan melarangnya, berbeda dengan berdoa kepada mereka saat mereka mati atau ghaib maka itu  jalan menuju syirik, karena mayit dan ghaib tidak  bisa melarang orang yang syirik. Syirik ini terjadi di kalangan ahli kitab dan kaum muslimin yang mubtadi’ah.
(3) kiyas ini menyalahi banyak ayat al-Qur`an (termasuk al-Ahqaf 5-6 tadi) dan banyak hadits,
(4)  kiyas ini dibatalkan oleh Ijma’ sahabat.
Al-Imam Al-Bukhari dalam dua tempat, Pertama, dalam kitab Al-Istisqa` bab 3 no. 1010 dan di dalam kitab Fadha`ilush Shahabah bab 11 no. 3710. Meriwayatkan:
“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab beristisqa` (minta turun hujan) melalui ‘Abbas bin Abdul Muththalib bila ditimpa musim kering (yang berakibat terjadinya paceklik). Beliau (‘Umar) berkata: “Ya Allah, sesungguhnya kami dulu bertawassul dengan (doa istisqa`) Nabi Engkau dan Engkau menurunkan air hujan. Dan sekarang kami bertawassul dengan(doa istisqa`)  paman Nabi Engkau, maka turunkanlah atas kami hujan, beliau berkata: “Lalu turun hujan buat mereka”.”
Tawassul Umar dengan Nabi i adalah dengan doanya sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik z yang shahih:
“Ketika Rasulullah n berkhutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba seseorang datang lalu berkata: “Ya Rasulullah, hujan tertahan (menyebabkan paceklik). Berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan untuk kami.” Lalu Rasulullah n berdoa dan hujan turun atas kami, hampir-hampir kami tidak bisa pulang ke rumah-rumah kami, dan hujan tersebut berlangsung sampai Jum’at berikutnya. (Anas) berkata: “Orang tersebut atau “yang selain dia” bangkit dan berkata: “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Allah memalingkan hujan dari kami.” Lalu Rasululah n berdoa: “Ya Allah, palingkan hujan itu dari kami dan jangan dijadikan sebagai bahaya bagi kami.” Anas berkata: “Sungguh aku menyaksikan gumpalan awan terpisah-pisah ke arah kanan dan kiri lalu turun hujan untuk mereka (selain penduduk Madinah), dan hujan tidak turun bagi penduduk Madinah.”‘Umar dengan doa al-Abbas diterangkan dalam riwayat-riwayat yang shahih dimana beliau datang kepada Al-‘Abbas dan meminta agar beliau (Al-‘Abbas) berdoa kepada Allah agar Dia menurunkan hujan, sebagaimana permintaan yang terjadi di masa Rasulullah n masih hidup.
Makna hadits ‘Umar di atas telah dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani t di dalam kitab beliau Fathul Bari (2/571, cet. Darul Hadits, Mesir): “Telah dijelaskan oleh Az-Zubair bin Bakkar di dalam kitab Al-Ansab, tentang sifat doa Al-‘Abbas dalam peristiwa ini dan waktu terjadi hal itu. Beliau meriwayatkan dengan sanad beliau, di saat ‘Umar bertawassul dengan Al-‘Abbas dalam istisqa`, Al-‘Abbas berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya tidaklah turun bala` melainkan karena sebuah dosa dan tidak akan dihilangkan melainkan dengan bertaubat. Dan kaum itu telah mendatangiku untuk menyampaikan hajat mereka kepada-Mu karena kedudukan diriku di hadapan Nabi-Mu, dan ini tangan-tangan kami berlumuran dengan dosa dan ubun-ubun kami (mengiqrarkan) taubat. Turunkanlah kepada kami hujan. Kemudian turun hujan dari langit sehingga bumi menjadi subur dan manusia bisa hidup.”

Jadi Khalifah Umar dan seluruh sahabat Nabi i saat Nabi hidup meminta kepada Nabi i agar mendoakan mereka, setelah Nabi wafat Khalifah Umar meminta Abbas paman Nabi agar mendoakan mereka kepada Allah. Jadi meminta kepada orang shalih yang hadir bukan yang mati atau ghaib.
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin.

Ditulis di Hotel Kaisar Duren Tiga Jakarta Indonesia, 28-11-2012, malam Kamis, malam pertama Multqa Khirrijiin.
Bersambung!


[1] Al-istighatsah fi al-radd ala al-bakri, syaikhul islam, tahqiq: abdull bin dujain al-sahli, darul wathan,  1/1417 H.

[2] Baca Qa’idah Jalilah fi al-Tawassul wa al-Wasilah, Ibnu Taimiah, Tahqiq: Abdul Qadir al-Arnauth, riasah Ammah, 3/2008, h. 41, 111-117.

[3] Telah shahih dalam shahih Muslim: hadits Abu Murtsid al-Ghanawi:

 [4]

[5]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *