Oleh:
Abdul ‘Aziz Setiawan, SKM.
Umur adalah karunia yang berharga yang diberikan Allah kepada seorang hamba. Dengan umur seseorang akan berbuat kebaikan atau keburukan, atau bahkan menyia-nyiakannya dengan tidak melakukan hal-hal yang mengandung kebaikan. Sehingga ia tidak memiliki bekal sama sekali untuk kehidupan yang jauh lebih kekal setelah kematian. Sedangkan orang yang beriman maka ia akan mengisi hidupnya dengan banyak melakukan amal shaleh. Bagi orang yang beriman, seberapa pun usia yang diberikan Allah dalam kehidupan dunia ini maka cukup baginya untuk mengisinya dengan keimanan dan ketakwaan. Apalagi yang sampai berumur 40 tahun, dan sampai beruban. Allah berfirman dalam surat Fathir (35) ayat 37:
اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاۤءَكُمُ النَّذِيْرُۗ
“Dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?“
Ibnu Abbas dan para muhaqqiq berkata: Dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu hingga 60 tahun? Ada juga yang berpendapat: 18 tahun. Ada pula yang berpendapat: 40 tahun. Sedangkan al-Hasan, al-Kalbi dan Masruq yang menukil dari Ibnu Abbas berkata: bahwa jika salah seorang dari penduduk Madinah sampai usianya 40 tahun, maka mereka akan berkonsentrasi dalam beribadah.
Keimanan terhadap kehidupan hari akhir akan mendorong orang beriman untuk melakukan ibadah yang akan menjadi bekalnya memasuki kehidupan akhir. Semakin kuat keimanan mereka maka semakin kuat pula dorongan dan ibadah yang mereka lakukan. Sebaliknya, semakin lemah keimanan mereka maka semakin lemah pula dorongan yang ada dalam diri mereka untuk beribadah.
Terlebih lagi di akhir hayat, orang beriman yakin akan kematian dan dekatnya saat-saat untuk bertemu dengan Rabbnya. Sehingga mereka berkonsentrasi dengan memperbanyak ibadah sebagai bekal bertemu dengan-Nya.
Orang-orang beriman akan berhati-hati dengan kehidupannya, terlebih lagi di akhir hayat. Mereka akan benar-benar merenungkan hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Zaid bin Wahab, dari Abdullah dalam kitab Bukhari Muslim. Rasulullah bersabda:
فَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ ، فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، فَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُ النَّارَ
“Sesungguhnya (ada) orang beramal dengan amal (calon) penghuni neraka, hingga antara dirinya dengan neraka tinggal sehasta, akan tetapi kitab telah mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amal (calon) penghuni surga, maka ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya (ada) orang beramal dengan amal (calon) penghuni surga, hingga antara dirinya dengan surga tinggal sehasta, akan tetapi kitab telah menduluinya, sehingga ia beramal dengan amal (calon) penghuni neraka, maka ia pun memasukinya.” (HR. Bukhari Muslim).
Oleh karena itu, beramal sholeh hendaklah dilakukan hingga akhir hayat, tidak bosan dan tidak merasa puas. Karena seseorang akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan ketika dia mati. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Jabir , Rasulullah bersabda:
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan sesuai dengan keadaan ketika ia mati diatasnya.” (HR. Muslim)
Di antara amal yang harus diperbanyak seorang hamba di akhir hayatnya sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah adalah:
-
Memperbanyak Istighfar
Tentang masalah ini, terdapat riwayat dari Aisyah , bahwa ia berkata:
مَا صلّى رَسُول الله صلاةً بَعْدَ أنْ نَزَلتْ عَلَيهِ: { إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ } إلاَّ يقول فِيهَا: (( سُبحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لي ))
“Tidaklah Rasulullah shalat setelah turun kepadanya ayat “apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenanga”) kecuali beliau berkata dalam shalatnya “subhaanaka rabbanaa wabihamdika allaahummaghfirli (Maha suci Engkau Rabb kami dan dengan memujimu, ya Allah ampunilah aku).” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat yang lain dalam kitab Shahihain, disebutkan:
كَانَ رَسُول الله يُكْثِرُ أنْ يقُولَ في ركُوعِه وسُجُودهِ: (( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي )) ، يَتَأوَّلُ القُرآنَ .
“Adalah Rasulullah memperbanyak dalam ruku’ dan sujudnya (Subhaanaka Allaahumma Rabbanaa wabihamdika Allaahummaghfirlii) untuk melaksanakan perintah al Quran.”
Yang dimaksud dengan “menakwil al-Qur`an” adalah mengamalkan apa yang diperintahkan di dalamnya yaitu firman Allah:
{ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ }
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
كَانَ رَسُول الله يُكثِرُ أنْ يَقُولَ قَبلَ أنْ يَمُوتَ: (( سُبحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمدِكَ أسْتَغْفِرُكَ وَأتُوبُ إلَيْكَ ))
“Sebelum meninggal dunia, Rasulullah senantiasa memperbanyak bacaan (subhaanakallaahumma wabihamdika astaghfiruka waatuubuilaik)”. Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apa kalimat yang baru saja aku melihat Anda mengucapkannya?” Beliau menjawab: “Telah dijadikan tanda untukku pada umatku, yang jika aku telah melihatnya maka aku akan selalu mengucapkannya. Yaitu: “apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan…sampai akhir surat.”
Syaikh Salim bin Ied berkata dalam kitabnya Bahjatun Naadhiriin, hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Beliau banyak beristighfar (memohon ampun), tunduk serta berupaya dalam menghadap Allah . Hal ini nampak hingga dalam ruku dan sujud Beliau memohon ampun kepada-Nya, apalagi di luar shalat.
Beliau juga mengatakan, hadis-hadis tersebut juga menunjukkan bahwa Rasulullah semakin bertambah rasa syukurnya kepada Allah ketika memperoleh kenikmatan. Dan kesyukuran Beliau diwujudkan dengan semakin bertambahnya ketakwaan, dan dalam masalah ini Beliau semakin memperbanyak istighfar.
Oleh karena itu, sepatutnya seorang muslim meneladani Rasul-Nya dengan memperbanyak istighfar ketika usia mereka sudah lanjut usia.
-
Banyak Membaca al-Quran
Dalam masalah ini ada sebuah riwayat dari sahabat Anas , ia berkata:
إنَّ اللهَ تَابَعَ الوَحيَ عَلَى رسولِ الله قَبلَ وَفَاتهِ حَتَّى تُوُفِّيَ وَأَكْثَرُ مَا كَانَ الْوَحْيُ يَوْمَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah banyak menurunkan wahyu kepada Rasulullah sebelum Beliau wafat sampai Beliau meninggal dunia, dan wahyu yang paling banyak turun adalah di hari dimana Rasulullah wafat. (Muttafaq ‘alaih)
Syaikh Salin bin Ied berkata: “banyaknya turun ayat al Qur’an pada akhir kerasulan. Hal itu sangat jelas berbeda dengan masa awal kerasulan, dimana terputusnya wahyu sesaat, kemudian orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah: “Rabbmu telah membencimu.” Beliau juga mengatakan: “Banyaknya turun wahyu pada akhir kehidupan Rasulullah merupakan tanda dekatnya ajal Beliau dan kedekatannya kepada Allah .”
Dari sini semakin jelas, bahwa Allah banyak menurunkan ayat al Qur’an di akhir hayat Nabi , dan tanda kedekatan ajal Nabi semakin dekat.
Imam Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya Mukhtashar Zaadul Ma’aad: “Adalah Jibril membacakan kepadanya al-Qur’an sekali dalam setahun. Akan tetapi pada tahun Beliau wafat maka Jibril membacakan kepadanya dua kali.”
-
Melakukan Segala Macam Ketaatan
Apapun jenis ketaatan yang dapat dilakukan seorang hamba hendaklah dilakukan. Yang terpenting adalah dilakukan secara istiqamah hingga akhir hayat. Dalam surat al-Hijr (15) ayat 99 Allah befirman: “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).”. Demikian juga dalam riwayat ummul mukminin Aisyah disebutkan:
أنَّ النَّبيّ دخل عَلَيْهَا وعِندها امرأةٌ ، قَالَ: (( مَنْ هذِهِ ؟ )) قَالَتْ: هذِهِ فُلاَنَةٌ تَذْكُرُ مِنْ صَلاتِهَا . قَالَ: (( مهْ ، عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ ، فَواللهِ لاَ يَمَلُّ اللهُ حَتَّى تَمَلُّوا )) وكَانَ أَحَبُّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ صَاحِبُهُ عَلَيهِ
Bahwa Nabi pernah masuk ke kamarnya dan di sisinya ada seorang wanita. Beliau bertanya: “Siapa ini?” Aisyah berkata: “Ini adalah Fulanah yang disebut-sebut orang tentang shalatnya”. Nabi bersabda: “Jangan seperti itu, hendaklah kalian melakukan semampu kalian. Demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang bosan.” Dan agama yang paling dicintai-Nya adalah yang senantiasa dikerjakan secara terus menerus oleh pelakunya. (Muttafaq ‘alaih) (AZ)*